Thursday, March 1, 2012

(belajar) menikmati hidup


hidup, dinikmati ya? oh maaf saya pikir selama ini saya harus berpikir keras untuk membuat segala sesuatunya berjalan sesuai rencana, dengan demikian, saya akan bahagia.

Dalam tawa saya yang selalu tergelak, teman saya menyindir. Mungkin dia hanya bercanda, atau mungkin serius, entah apa maksudnya. Yang jelas, otak saya menangkap penuh kalimatnya. "Hidup itu dinikmatin Gal, ga melulu harus dipikirin."

dan tawa saya menggantung mendengar kalimatnya..

Adalah Galuh yang selalu berpikir ini dan itu. Bagaimana kalau saya begini? Bagaimana kalau saya begitu? Apakah ini salah? Apakah ini benar? Seperti memainkan sebuah pertandingan yang harus selalu berstrategi dan terencana. Ya, ternyata hidup tak begitu. Dan yang namanya wasit, ternyata tak selalu ada. Tak selamanya yang salah mendapat hukuman, atau yang benar mendapat gelar juara.

Adalah dia yang selalu berpikir hidup itu tak perlu terlalu serius. Yang kerap menggoda saya. "Serius amat sih. Hidup itu cuma menunggu kematian. Santai saja.", katanya. Komentar-komentarnya yang selalu mengundang tawa saya. Sudut pandangnya yang absurd yang membuat saya mengernyitkan kening. Atau helaan kesal nafasnya setiap saya berpikir keras untuk membalas ciumannya atau tidak. Haha. "Lu terlalu serius", selalu saja keluar dari mulutnya.

Hari ini. Hari pertama di bulan Maret. Minggu ketiga di Jakarta. Saya memutuskan untuk berhenti berencana. Tentu saja, bukan berarti mimpi-mimpi itu hilang. Tapi saya akan mencoba berpikir lebih sederhana. Dijalani sembari dinikmati, mungkin akan terasa lebih mudah.

Dan oh ya.. Mr. 6 tahun saya memaafkanmu. Sudah. Kamu bisa panggil saya teman. Dan juga sebaliknya. Maaf, kalau saya terlalu lama menyimpan dendam. But i think it’s human nature to get attached when we’ve invested a lot of time in something.

Like a furry little kitten in the arms of a six year old kid, we.. sometimes hold too tight..

...

*sambil mendengarkan Katie Herzig - Lost and Found*

and i believe i would just survive