Monday, May 21, 2012

toko garasi

This used to be my baby, my kid, yang saya eksplorasi habis-habisan dan mengambil keuntungan darinya. Haha.

 
Hampir lima tahun lalu, tepatnya tahun 2007, saat saya sedang bosan dengan internet, lahirlah si toko garasi. Walaupun dijalankan sambil main-main, ternyata lumayan juga hasilnya. Bisa buat dipakai buat jajan chiki atau jalan-jalan ke luar negeri. Hihi. Hari ini saya membuka folder si toko garasi dan tertawa-tawa melihat hasil foto yang saya jepret sendiri. Mengorbankan dua orang teman yang saya dandani setiap saya mau 'gelar dagangan', photoshoot dengan mobil kecil saya yang isinya lebih mirip gudang. Membagi waktu antara main hoki (yang utama) dan kuliah yang membosankan haha. 



Ini ceritanya photo session pertama saya. Awal tahun 2008, saya mencoba untuk motret sendiri karena bosan dengan display foto yang sekadar digantung atau cuma pakai manequin. Backgroundnya hanya tembok kamar putih. Saya belum mahir photoshop, sekarang pun belum sih, tapi dulu lebih parah. Kamera saya waktu itu masih pakai Nikon D40 sebelum hilang dirampok orang. Dua teman yang jadi korban ini adalah Sharifa Ainie dan Debbei Delima, dua-duanya atlet hoki dan tidak pernah pakai sepatu hak tinggi. Berkat tipuan kamera dan sedikit pulasan, jadilah mereka mejeng di halaman ini. 

Ciri khas model toko garasi cuma ada dua: yang pertama selalu pakai kacamata. Yang kedua, mukanya sering nunduk. Kenapa? karena mukanya jelek, saya ga suka. haha becanda. Penyebabnya adalah karena diantara kami tidak ada yang bisa dandan. Sekadar pakai bedak tipis atau hiasan mata aja ngga bisa. Jadi supaya tidak mengurangi keindahan barang yang ditawarkan, dengan sangat terpaksa, kedua model ini harus seringkali nunduk, tidak boleh tertawa terlalu lebar, kalau bisa mingkem aja, senyum cukup sebaris, itupun kalau diperlukan. 



Beberapa kali photo session dengan background tembok putih lama-lama bikin bosan juga, akhirnya saya 'sok' kreatif. Saya beli alas meja plastik yang motifnya kotak-kotak hitam putih lalu saya tempel di dinding kamar. Yang ini menurut saya norak banget, udah gitu editannya alay pula. Orang Sunda akan menyebutnya; garila. Orang bule akan berkomentar; eeeewwww.
 

Photo session selanjutnya saya makin 'sok' kreatif. Pingin foto outdoor, lagipula saya lebih suka motret pake cahaya matahari daripada di dalam ruangan yang hambur flash. Kalau udah motret outdoor ini repotnya luar biasa, baik model maupun saya, semua harus kerja. haha. Angkut-angkut barang, itu yang utama. Ganti baju berkali-kali itu juga ternyata big effort lho. Belum abis itu saya suka marah-marah, si Ipeh giginya keliatan gede, atau Debbei mulutnya terlihat monyong. Kadang saya suka lupa diri kalau lagi motret. Sekali waktu di studio, saya motret Debbei dan teriak, "Ulang, muka lo jelek!" atau "Ipeh, jangan napas! Tahan perut, buncit tuh!" teman saya yang kebetulan waktu itu ikut nongkrong di studio langsung shock. Katanya saya jahat banget. Haha. 

 


Karena saya selalu pake dua model ini, buyer-buyer saya sampai hapal sekali sama mereka. Kadang kalau ada salah satu yang menggendut atau mengurus, suka dikomentarin. "Mbak, kayanya model yang itu kurusan ya? Atau gendutan, ya?" haha.





Ini saya yang rusuh setiap pemotretan. Jadi fashion stylist dadakan, fotografer dadakan, sekaligus kuli angkut dadakan. Cape juga lho.
Capek foto outdoor karena ternyata bener-bener harus full effort, selain kadang suka susah cari tempat ganti baju buat model-model ini (kadang saya suka aneh juga, misal motret di lapangan kuda, buat ganti baju aja model harus jalan kaki lumayan jauh, padahal baju yang mau difoto bisa lebih dari sepuluh pieces) belom pusing masalah perijinan, ngepack segitu banyak property dan barang. Capek bok. Akhirnya lama-kelamaan saya ganti haluan, yang gampang aja; foto di studio haha.

Dari dulu selera saya agak aneh, kalau kepala saya benar-benar ga tersentuh kenormalan, mungkin hasilnya bakal lebih aneh dari ini. Saya juga penggemar berat topi-topi aneh, walaupun jarang saya pake, karena kalo saya pake langsung suka dikomentarin aneh-aneh, saya ga suka. Haha. Akhirnya topi-topi itu bisa juga kepake buat property foto. Beberapa baju disini dijahit di penjahit super bernama Lica Triapalas. Kenapa saya bilang super? Karena terus terang saya ga bisa gambar, setiap gambar muka perempuan, yang tercetak di kertas adalah gurat-gurat wajah Christina Martha Tiahahu, pahlawan favorit saya sejak SD. Padahal di kepala saya ini banyak sekali design-design baju yang pengen saya wujudkan. Alhasil, setiap saya datang ke workshop Lica dia langsung sibuk gambar dan saya ngomong, menggambarkan apa yang ada di kepala saya dan dia yang menuangkan omongan saya jadi sketsa. Walaupun seringkali dia marah-marah, mengerutkan kening dan menggambar sambil ngomel karena omongan saya kadang suka ga jelas, ternyata bisa juga saya jadi designer modal ngemeng. Haha, canggih ya? :)



Sekarang si toko garasi sudah tamat riwayatnya, ehh belum tau sih, mungkin vakum, mungkin judulnya hibernasi dan mudah-mudahan bisa bangun lagi. Kadang kangen juga jualan, motret, hunting lalala lilili tapi terus terang aja saya mulai bosan dan sekarang sedang ada satu mimpi lagi yang harus dikejar, sampai dapat! Banyak memori di toko garasi, kegiatan menyenangkan sembari mengisi pundi-pundi, dan juga si dia yang dulu (pernah) setia menemani saya. Hihi.. Anyway, terima kasih toko garasi. :) 

...

2 comments:

  1. ih sumpah keren sekali sih kamoh galuh...kalo aku mah foto2an begitu cm gara gara centil aja bukan jualan. Yauda atuh nanti aku juga mau mengeksplorasi blog dan foto2 biar bisa beli ciki dan jalan jalan ke luar negeri..amin.


    salam..
    Fans dari surabayah

    ReplyDelete
  2. hihi ipeh, km jualan aja di surabaya, enak kan bisa sambil menyusui. :D

    ReplyDelete