Monday, April 30, 2012

wisdom of the witless

I may be quiet. I may be stay in silence. I may be smile or laugh and all. I may be nice and kind. You may see that i dont give a shit about anything as long as it does not concern me. But just so you know, i always know what you dont think i would know. That which I endure from the rest of mankind merely disappoints me. My mind was a hurricane of all the wrong thoughts.


Just my favorite line, i hope this one does not written by human

And im calling you Lord, as i cant stand this afflicting human behavior. As i cant stand this idiocy forlornly. And I hope that my intelligence, my restless mind and my troubled soul will carry me to the maturity and perspicacious. And may this disillusionment gone like a dew soaked into the air.

I will redefine you, life.

...

Tuesday, April 24, 2012

suatu siang di perempatan mampang

Tidak merdu seperti suara seruling bambu, tidak juga bulat seperti gendang ditepak. 
Suaranya khas. Saya hapal sekali bunyinya. Seperti bunyi bola hoki yang mendarat tepat di tulang setelah dihantam sekuat tenaga oleh pemukulnya. 

BUGGGHHH!

Dari jarak 200 meter, telinga saya menangkap penuh kompresi gelombang suara yang merambat secepat kilat melalui udara pengap Jakarta. Sedetik kemudian terdengar teriakan kesakitan. Nyaring dan memilukan.

Suara khas siang itu berasal dari perpaduan antara sepatu lars pak polisi dan tulang rusuk pengemis berkaki buntung di perempatan Mampang. Pak polisi seketika menjelma menjadi babi yang buta. Membabi buta. 

Sembari membelalakan mata, ucapan Multatuli sekilas terlintas di kepala saya.

Katanya,  "Tugas manusia yang utama adalah menjadi manusia."

...

Sunday, April 15, 2012

di ruma gorga

Saya suka foto ini karena foto ini jelek. Hihi. Disini kami terlihat seperti pemandu lagu karaoke yang sedang beristirahat di lapo batak. Terlihat kotor dengan muka berkilau. Tonenya terlihat seperti hasil kamera Fuji Film Zipp atau Kodak 235. Hihi the good old fuckin' camera. :)

Image and video hosting by TinyPic
Image and video hosting by TinyPic

Foto ini diambil di ruma gorga, saat menghadiri resepsi pernikahan teman kami, Gloria Haraito dan Thomas, menggunakan Canon D10 yang mengecewakan setelah 6 bulan menginap di Datascript dan mengalami sedikit proses digital imaging.

...

Saturday, April 14, 2012

tulisan di pagi hari sebelum bertanding hoki

.Image and video hosting by TinyPic

Seorang teman memposting sebuah tweet, katanya "Happiness, where are you?" dan saya mengerutkan kening membacanya.

Setiap hari, jutaan manusia bekerja, berkomunikasi, berinteraksi, mengeksplor diri, melihat, mendengar, menangis, tertawa sembari mencari satu hal yang diterjemahkan dalam kata; rasa bahagia. Seakan bahagia adalah sebuah partikel tak bergerak yang letaknya tersembunyi sehingga perlu dicari kesana-kemari. Padahal, saya percaya sepenuhnya, bahagia adalah selalu kata kerja, tak pernah berwujud kata benda yang mati.

Seorang teman pernah berkata, "Saya pingin mati bahagia."
"Maksudmu, kau pingin mayatmu membeku dengan mulut tersenyum lebar dan gigimu menyembul keluar? Bukankah itu menakutkan?", kata saya.

Dia bilang saya gila. Padahal yang gila itu adalah Ahmad Dani yang bilang dalam lagunya, hadapi semua dengan senyuman. Kecuali dia kejepit syarafnya, tentu saja manusia tidak bisa terus-menerus tersenyum.

Lalu, apa sebenarnya definisi bahagia? Apakah sebatas perasaan senang dan puas?

Gandhi pernah bilang, happiness is when what you think, what you say, and what you do are in harmony. Aristoteles mengatakan yang dimaksud kebahagiaan adalah suatu kesenangan yang dicapai oleh setiap orang sesuai dengan kehendaknya (bersifat relatif). Sedangkan Imam Al Ghazali mengatakan kebahagiaan itu adalah akar kata sa'ad atau su'ud yang berarti keberuntungan, mujur, dan tidak sial. Sa`adah berarti kebahagiaan yang dirasakan oleh manusia dalam hidupnya.

Atau lihatlah hasil pemikiran Bentham dan J.S. Mill, mereka menasbihkan paham utilitarianisme sebagai the greatest theory of happiness, paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna bagi orang lain, berfaedah dan menguntungkan. Lalu, seperti mengamini pernyataan J.S. Mill, the phenomenal Alexander Supertramp pun akhirnya menyimpulkan, happiness only real when shared.

Saya pernah merasakannya. Di Jatinangor, sendirian saja, kampus sangat sepi lalu pembimbing utama thesis saya menelpon, katanya "Kamu sudah bisa daftar sidang, thesis kamu sudah saya baca dan semua oke." Rasanya seperti memakan pelangi. Walaupun saya belum pernah makan pelangi, terus terang saya sudah tidak tahu lagi bagaimana menerjemahkan perasaan sangat bahagia ke dalam kata-kata saat itu. Ingin sekali salto, tapi takut keseleo. Setelah itu, saya tersenyum sendirian. Rasanya ingin memeluk seseorang atau berbicara kepada seseorang, tapi saya sendirian, and its sucks!

Seperti Aristoteles bilang, bahagia itu relatif, dan adalah benar, bahagia itu bersyarat. Bahagia bisa datang dari berbagai ide, berbagai konsep, even in our darkest despair, bahagia, saya pikir, selalu bisa mencari celah untuk datang selama syarat itu terpenuhi. Bahagia datang ketika kita bisa membaginya karena satu manusia ternyata tidak akan mampu menampung semua beban kebahagiaan itu sendiri.

Happiness is a state of mind.

Saya menerjemahkan quote yang sangat terkenal itu menjadi; kebahagiaan adalah permainan pikiran. Manusia tersusun dari beberapa elemen yang mengimbangi berbagai kapasitas atau fungsi lainnya. Kemampuan untuk berpikir merupakan kapasitas dan fungsi yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Akal pikiran manusia yang sangat complicated ini memang terkadang menyebalkan dan bagai penipu ulung, dia selalu bisa memanipulasi, melahirkan ilusi hormonal yang akhirnya mengakibatkan kesalahan persepsi perasaan. 9gagers akan menyebutnya, the scumbag brain. Hihi.

Plato memandang akal sebagai sarana untuk menangkap pengetahuan mengenai segala sesuatu idea dalam realitas, seperti ide kebaikan, ide kebahagiaan dan ide keadilan. Ide kebaikan tertinggi manusia adalah kebahagiaan sejati. Ini adalah salah satu contoh konsep lain, kebahagiaan bisa datang dari kebaikan. Menjadi orang baik? Apakah betul bisa mendatangkan kebahagiaan? Memberikan sesuatu, membuat orang lain tersenyum, menepati janji, bersikap sopan. Yah.. contoh praktis yang sederhana.

Saya sendiri akhirnya sampai pada kesimpulan, oh fuck theories! Ok, baiklah itu bohong, saya tidak bisa menyimpulkan tanpa pertimbangan teori. Menurut saya, kebahagiaan didapat dari pemenuhan tiga kebutuhan utama manusia, yakni; tidur, makan dan sex. Tidur yang nyenyak, makan yang enak dan ehm.. sex yang hebat. Ketika seorang manusia tidak bisa mendapatkan ketiga hal ini, maka dia sakit.

Ketiga hal ini memang terlihat sederhana, padahal sebenarnya sangat rumit dan tidak berhubungan dengan uang. Tidur nyenyak itu kemewahan tak terbeli. Pernah lihat gelandangan tidur nyenyak di kolong jembatan? Pemandangan menyenangkan di siang hari, bukan? Padahal banyak konglomerat sulit tidur di malam hari di atas tempat tidur mewahnya karena ketakutan hartanya diambil orang. Atau, tak perlu jauh-jauh lah, berapa banyak dari kita mengklaim terkena insomnia, padahal yang sesungguhnya terjadi adalah sulit tidur karena sedang resah baru saja diputuskan pacar. Saya pernah tidak tidur dua hari dua malam karena resah perihal thesis yang kunjung kelar, mungkinkah ini rasanya menjadi Edward Cullen?

Makan enak juga tidak berhubungan dengan uang, walau seringnya memang kalau mau makan enak ya harus dibayar pake uang. Tapi sebenarnya ini lebih kepada persoalan menyederhanakan selera, ketika perut lapar bukankah apapun terasa enak? Nasi pun jadi terasa sangat manis dan kita baru sadar betapa nasi itu mengandung gula yang sangat tinggi dan berbahaya bagi orang yang menderita diabetes. Ok, mulai random.

Terakhir, sex. Ini bisa diterjemahkan secara luas. Mulai dari sekadar ciuman hangat atau permainan ranjang yang mematikan, alah. Haha. Whatever you decide, tidak bisa dipungkiri, every human being needs it. Kebahagiaan berada di ranah abstrak wilayah rasa, ketika semua kosakata bahkan sudah tak sanggup lagi menggambarkan dalam bahasa dan mungkin, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mencari seorang teman, atau pacar, atau keluarga, lalu memeluk dan berkata, "Halo.. bisa tolong saya sebentar? Saya sedang bahagia."

Yah, begitu saja.

Jadi, kalau dia bukan benda mati, makhluk semacam apakah itu bahagia?

...

Monday, April 2, 2012

pengalaman pertama memakai koyo

Sudah hampir dua bulan tinggal Jakarta dan bekerja jadi seorang editor yang seringnya nongkrong di depan komputer untuk menulis dan mengedit artikel membuat saya sering mengeluh tidak enak badan. Orang Sunda menyebutnya; sagala karasa. Dari dulu sejak memutuskan menjadi atlet, badan saya yang lumayan perkasa ini sudah sering disiksa macam-macam. Misalnya saja, squat dengan beban di atas 40 kilogram. Well, Im all good, baby! Duduk tegap ala paskibra selama hampir 12 jam di kereta api ekonomi dalam perjalanan ke Yogyakarta saja saya baik-baik saja, tidak kurang suatu apa pun.

Tapi.. duduk diam di belakang meja setiap hari selama hampir delapan jam membuat punggung saya seperti hendak terbelah menjadi dua. Beneran deh. Padahal saya suka menyempatkan stretching sendiri selama beberapa menit. Banyak minum air putih dan banyak omong juga. Yang terakhir ini mungkin memang bakat. Pokoknya segala resep melancarkan syaraf dan darah untuk pekerja kantoran yang seringnya duduk diam sudah saya laksanakan. Hasilnya: nihil. *muka meringis*

Mungkin penyebabnya adalah karena saya kurang olahraga juga akhir-akhir ini. Dulu saya terbiasa ngegym dan berenang minimal dua kali dalam seminggu. Disini? Yaa.. seminggu sekali. Itupun kadang saya tergiur ajakan nongkrong atau karaoke karena.. ahh i dont wanna lose my precious weekend! Ingin bersenang-senang!

So anyway, berhubung saya sedang deadline dan tidak sempat menyambangi tempat pijat terdekat untuk memperbaiki punggung saya yang tidak nyaman ini saya putuskan untuk mencari obat general yang ampuh dan mudah ditemukan. Teman saya, si Sharifa Ainie Goblog menganjurkan saya membeli Balsem Otot Geliga. Konon menurut dia ini ampuh. Tapi ternyata saya tidak menemukan balsem ini di Indomaret terdekat, yang ada malah KOYO. Well.. ok.

Saya belum pernah pakai koyo. Sontak saya langsung terbayang figur Basuki, weseweses-bablas-anginne yang ternyata salah... Itu iklan Antangin, bro. Tertulis jelas di pembungkus bagian depan. Pereda pegal & nyeri otot. Wah, cocok untuk saya. Ada dua jenis koyo keluaran Hansaplast. Yang berwarna kuning itu tertulis HANGAT, yang berwarna oranye tertulis PANAS. Saya ambil dua-duanya.

Read the manual.
Bersihkan bagian tubuh yang terasa sakit, lalu tempelkan Hansaplast koyo. Ganti koyo bila rasa hangat berkurang. Begitu katanya. Mudah, ya?

Saya bersihkan punggung saya dengan handuk basah. Seadanya saja, secara punggung itu susah banget bersihin pakai tangan sendiri. Saya tempelkan satu, lalu diam sebentar menghayati. Kok ga ada sensasi apa-apa ya? Dua menit kemudian, masih tidak terasa ada sensasi hangat/panas. Akhirnya saya buka koyo yang panas lalu saya tempelkan delapan biji sekaligus di punggung saya. Membentuk persegi panjang tidak beraturan. Pokoknya bagian punggung yang pegal. Biar cepat sembuh lah, pikir saya. Lima menit, sepuluh menit. Saya masih sempat bikin roti bakar lalu minum susu.

Tiga puluh menit kemudian... eh ini apa ya? Kok panas lalu gatel. Awalnya tidak terlalu terasa menganggu, lama kelamaan makin panas lalu makin gateeellllllll. Anjrit! Langsung saya tarik tiap koyo yang menempel di punggung saya sembari menggaruk macam monyet panuan. Punggung saya langsung memerah, seperti baru habis berjemur dengan garis-garis melintang hasil ukiran kuku saya yang menggaruk beringas. Sekarang keluhan saya bertambah, selain punggung yang rasanya mau terbelah dua, juga agak perih karena tadi menggaruk terlalu brutal. Oh ya, saya juga sukses meneteskan air mata malam ini, karena ternyata.. nyabutnya aja perih. Man, this is one hell of a killer drug!

Astaga. Obat macam apa ini?

Image and video hosting by TinyPic

ps : beneran deh kayanya gw tuh kurang kerjaan banget, segala rupa ditulis. Hikss..

...