Maka aku tak berani lagi protes kala dinginmu menggerus tulangku dan panasmu menyapa ketiakku. Kala lansekapmu mendadak kelabu dan kabut tebal menyapa pagi saat aku begitu mengharapkan matahari. Kala langitmu tiba-tiba memuntahkan dua kubik air tanpa permisi dan aku baru saja menaruh jas hujanku di carrier bagian bawah yang sulit dijamah. Atau kala jalurmu terasa begitu panjang, terjal dan menanjak hingga kedua kakiku keras berteriak.
Tolong ingatkan aku bahwa keluh-keluh yang tercecer di setiap tanjakan adalah pesan yang ditolak cakrawala lalu terlempar kembali di udara, dan menghabisi siapapun yang berdiri di sebelahnya. Betapa beratnya perjalanan dengan mulut penuh omelan. Karena gerutumu bukan lagi kata, melainkan daya -- yang menghabisi sekaligus memberi. Perjalanan mendaki adalah prosesi saling mengisi. Kau dan aku adalah stimuli. Aku ingin berkelana bersama mereka yang selalu tertawa. Yang terduduk dalam lelah, diam dengan hembusan nafas panjang lalu tersenyum setelahnya.