Monday, April 8, 2013

epoche

"Gott ist tot!," pekik Nietzsche, lantang. Aku tak terlalu setuju dengannya, jadi aku diam saja. Meski aku mengamini Marx yang menasbihkan manusia adalah makhluk yang harus bekerja -- bukan meminta-- aku pikir, Tuhan masih memegang kendali yang cukup besar di semesta ini. Entah Tuhan yang mana pula yang dia maksud. Karena sampai saat ini saja kurasa sudah banyak sekali Tuhan yang disembah manusia. Aku punya satu. Hanya satu. Itupun aku masih kerepotan untuk berkomunikasi dengannya. Mungkin dia sibuk. Atau aku yang sibuk. Entahlah.

Aku sedang senang marah-marah.


Deepak Chopra pernah bilang, setan menyukai amarah sama seperti manusia menyukai musik. Dalam hal ini, berarti bisa dibilang aku sedang menjadi groupis bodoh sebuah band yang tak bagus-bagus amat. Setiap hari aku ikuti kemana musik itu pergi. Overrated anxiety yang aku bawa sampai bertahun-tahun lamanya. Melelahkan, sungguh. Tapi marah adalah cara paling mudah -- daripada bersedih. Ada orang tolol yang bilang marahlah agar kau tak diinjak dan dibilang lemah. Maka aku marah. Merampang, meradang, gusar, semakin kasar semakin baik. Kupikir aku sudah cukup kuat, hebat. Marahku menggila, aku perkasa. Nyatanya aku salah kaprah. Semakin marah, aku semakin lemah. Ternyata. 


Sedih ya sedih saja. Tak perlu marah. 

...