Sunday, September 19, 2021

something i learned today... oh and papa, you are so right!

Being in grief.. makes me realize. Orang itu banyak sekali macamnya. Ada yang baik ada yang brengsek, ada juga yang pura-pura baik, tapi brengsek, ada juga yang pura-pura brengsek tapi ternyata baik. Hahaha. 

Ketika Papa meninggal kemarin, tiba-tiba banyak sekali teman yang muncul dan mengucapkan belasungkawa, padahal kami sudah lama tidak bertegur sapa. Ada juga yang jauh-jauh datang dari luar kota cuma untuk memberikan dukungan moril sekaligus materiil. Ada juga yang tiba-tiba muncul di whatsapp dan memberikan uang duka, padahal, again, kami sudah lama tidak bertegur sapa. Kiriman makanan dan bunga? Jangan tanya, luar biasa banyaknya dan baiknya. Semoga Allah membalas kebaikan kalian. 

Mungkin karena ini adalah pengalaman pertamaku ditinggal orang terdekat, aku baru paham rasanya. Karena itu juga, aku belajar, how to give someone an empathy kepada orang yang mendapat musibah ini. Ku baru tahu, betapa berharganya setiap doa"semoga husnul khatimah" yang terlontar keluar dari teman-teman. Ku juga baru sadar betapa thoughtful nya seseorang yang menuliskan doa lengkap dengan nama lengkap dan bin atau bintinya. Ada juga yang menjapri hanya untuk bertanya, "Are you okay?" Ada juga seorang teman yang sudah lama tidak bertemu karena dia tinggal di luar negeri tapi tetap mengirim karangan bunga untuk aku. 

They keep me in their thought, and for that, I am so touched, grateful, and thankful forever. Orang-orang ini pula yang membuatku terinspirasi, aku janji akan meneruskan kebaikan ini kepada orang lain. 

Monday, September 13, 2021

maaf banda neira, kali ini yang patah tidak akan tumbuh lagi dan tak akan pernah terganti

Di dalam blog ini, ada beberapa postingan yang khusus aku dedikasikan untuk Papa. Beberapa cerita lucu, beberapa puitis, tapi ketika Papa meninggal, anehnya aku malah tidak tahu harus menulis apa. Aku pikir menulis obiturari untuk seseorang yang kita cintai akan sangat mudah, tapi ternyata malah lebih susah.

Rabu 1 September 2021, Rabu yang akan aku ingat seumur hidupku. 

"Keluarga Bapak Zulkifli?" satpam yang menjaga pintu ruang ICU tiba-tiba berteriak memecah keheningan di ruang tunggu. Dari raut mukanya aku sudah tahu, malaikat Izrail malam itu akan bertamu ke ruang ICU. 

*

Di tangga rumah sakit Advent pukul 21.35 malam, aku terduduk sendiri, lemas, melongo, mencoba memproses apa yang baru saja terjadi. Lorong gelap rumah sakit yang sepi dengan jejeran tabung gas tinggi yang terkesan suram, tak ada seorang pun di sana. Loket-loket kosong, hospital bed tak berpenghuni dan toilet yang terbuka pintunya. Normalnya mungkin aku akan takut duduk di situ sendirian. Tapi malam itu, hal yang paling aku takutkan dalam hidupku baru saja terjadi. Tidak ada ketakutan-ketakutan lain yang bisa menandingi. 

Thursday, September 9, 2021

september

Kemarin, Mama mengundang 15 santri dari pondok pesantren dekat rumah. Rencananya mereka mau menghatamkan Al Quran dalam 1 malam. Bergantian. Aku yang terkekeh saat mendengarnya. "Waduh.. semalam langsung hatam, aku satu bulan ramadan aja belum tentu," mencoba melucu tapi sepertinya kurang lucu karena keluargaku tidak ada yang tertawa. 

Ketika mereka datang, satu demi satu mereka menyalamiku dari jarak jauh. Rata-rata berpakaian putih, berkopiah dan nampak canggung. "Orang-orang ini, setiap hari kerjanya hanya mengaji, apa tidak bosan ya hidupnya?" tanyaku pada Mamaku -- yang kemudian hanya dijawab dengan tatapan sinis. Entah apa salahku.