Monday, March 23, 2015

frankly, the main reason why i travel

Because after a fed-up-weary-tiring day at work, i came home to an empty room.

And i hate that.


...

Wednesday, March 11, 2015

sebuah kisah tentang tembok

Di suatu siang yang tak cerah-cerah amat saya dan pacar saya bertengkar. Karena dia tinggal di Bandung dan saya di Jakarta, kami bertengkar via pesan teks. 

"Saya kesal," tulis saya. 
Lalu saya pencet tombol send. 

"Kelakuan kamu tu, bikin otak saya peot. Ngomelllllllll ajaaaaaa. Kamu pemarah," balasnya. 

Pertama, otak peot? Macam apa, tuh? Aneh sekali. Mungkin dia sedang stress, bisa dimaklumi, konon dia sedang banyak pekerjaan, dan saya sedang menstruasi hari pertama. Dia sedang sibuk, saya sedang sakit perut dan ingin mengamuk. Sungguh bukan perpaduan yang ciamik. Kedua, apa pula maksudnya menulis kata mengomel dengan tambahan huruf L yang sangat banyak? Dibilang pemarah pula. Maka dengan geram saya langsung mengetik di telepon genggam saya. 

"Ya memang, plg enak jd org bodo amat. Emang sy pemarah. Kalau mau yg ga pernah marah, pacaran aja sama tembok atau kerdus bekas. Makasih." 

Selanjutnya, dia membalas dengan rentetan kata-kata yang cukup panjang. Intinya dia mengatakan saya si keras kepala. Tapi kemudian saya jadi ingat, ternyata memang pernah ada orang yang berpacaran dengan tembok, bukan hanya berpacaran, dia bahkan menikah dengan tembok. 

Adalah Eija Rittaa Mauer, perempuan yang tinggal di utara Swedia dan menikah dengan tembok Berlin. Pada umur 7 tahun, dia melihat tembok Berlin di sebuah siaran televisi dan langsung jatuh cinta. Pada tahun 1979, Eija 'resmi' menikahi tembok Berlin dan bahkan mengganti namanya menjadi Eija Rittaa Berliner. Ketika ditanya mengapa tidak menikahi tembok Cina, jawabnya "Tembok Cina memang seksi, tapi suamiku lebih gagah dan atraktif." 

Eija dan 'suaminya'
Pernikahan ini berlangsung selama 10 tahun. Pada tahun 1989, seiring dengan runtuhnya Uni Soviet, tembok Berlin pun dihancurkan. Sejak saat itu Eija patah hati berkepanjangan. "Mereka memutilasi suamiku, betapa jahatnya," tuturnya. Dia rutin mengunjungi psikiater untuk menyembuhkan kesedihannya. Hingga akhirnya satu tahun kemudian, Eija berhasil move on dan berhasil menikah lagi.. dengan sebuah pagar kebun. 

Nah, jadi jika kamu sering merasa kesal dengan pasanganmu, atau sedih karena tak jua menemukan pasangan yang cocok, mungkin cara Eija bisa kamu tiru. Bisa dengan tiang listrik, gardu hansip, palang kereta api, atau las karbit. Terserah saja lah, mana yang menurutmu paling baik. 

*brb listening to Opick - Obat Hati 

***


Sunday, March 8, 2015

the mountain is calling and i feel so damn fine

Sungguh, ini musim hujan terlama. Gunung Puntang, 2.222 mdpl. Hanya dua jam saja dari kota Bandung. Naik Elf berdesak-desakan, sebelahku perempuan setengah baya yang terus menerus berusaha menggeser pantatnya agar aku bisa duduk lebih nyaman. Kota Banjaran dengan hujan yang tak kunjung selesai. Nasi dengan gepuk rasanya sungguh nikmat setelah menikmati lalu-lintas yang padat. 2.222 mdpl, hey, it was very nice to meet you! 


 ***