Tuesday, May 29, 2012

i wanna settle down

Diumur saya sekarang ini, kayanya saya terlalu banyak bermimpi macam-macam. Terlalu sering berangan-angan. Entah apa yang terjadi di kepala saya ini, tiba-tiba saja terbersit kata-kata ini; i wanna settle down. Ingin diam, duduk tenang. Menikah dan punya anak. There i've said it.  

Selama ini menikah belum ada dalam rencana dekat yang sering terngiang di kepala. Sejujurnya, saya takut menikah. Tapi entah kenapa gagasan ini tiba-tiba timbul. Saya capek beromansa. Haha. Saya malas jatuh cinta dengan orang yang berbeda-beda. Walaupun sering saya amienkan teman-teman yang mendoakan saya supaya cepat ketemu jodohnya, dalam hati kecil, saya selalu berkata; emang udah pantes lu gal jadi istri? Belom kali. Nanti aja lah nikah, lu masih seneng main kesana-kemari. Kasian yang jadi suami lu. 

And this thought just insanely came through my mind.  "Gw kayanya udah siap kok jadi istri. I could be a good mother, i could be a good wife. Iam a fast learner, plus  i no longer have intention to travel the world. I wanna goddamn settle down." zonk! 

Aduh. Tak tahulah ini pikiran macam apa. Yang jelas tadi ketika sholat, kalau biasanya saya selalu berdoa soal karier dan pekerjaan, sekarang itu jadi doa nomor dua. Nomor satunya? Ya Tuhan, saya kok ingin menikah? Tolong mudahkan segala urusan, tolong pertemukan saya dan dia dan bukakan pintu hati saya. Saya ga akan banyak request ini itu deh, cukup lelaki yang baik dan saya bisa bercerita apa saja dengannya, the one who can satisfy my mind, seseorang yang akan senang kalau saya jadi istrinya. Triple zonk. Zonk zonk zonk!  Wish list macam apa ini?

Eh, ngomong-ngomong boleh minta amiennya?

...

Saturday, May 26, 2012

catatan random nomor tujuh puluh lima


Kalau tidak salah, Dewi Lestari pernah menulis begini; Tak ada yang lebih tahu kita ketimbang plasenta. Tak ada rumah yang lebih aman daripada rahim ibu. Saya setuju.

Ini Ibu saya semasa muda, paling kanan yang menyilang kaki.
Ternyata dari dulu betisnya memang besar.

Ibu itu mahkluk yang pelik. Saya tidak pernah tahu seorang ibu itu dibekali super power kasat mata semacam apa, yang jelas di mata saya, sosok ibu itu lebih perkasa dari megaloman atau bintang wcw hulk hogan. Kekuatannya semacam gabungan pendekar silat, pesulap handal sekaligus permaisuri raja yang santun. Lemah tapi kuat, aneh tapi nyata. 

Saya tidak pernah tahu bagaimana dia bisa tetap tenang dan tertawa menghadapi anak-anaknya yang kerap mengecewakan dia. Saya belum paham apa yang terjadi selama sembilan bulan janin tersimpan di perutnya, dia bisa seperti baru saja keluar dari sebuah padepokan silat ternama, tiba-tiba bertransformasi menjadi sedemikian perkasa. Saya tidak pernah tahu bagaimana dia bisa lebih lihai dari mata-mata CIA. Entah instingnya yang tajam atau nalurinya yang kuat, saya tidak pernah bisa berkutik di hadapannya. Tanpa harus melemparkan tatapan spion, tanpa harus menekuk muka judes, saya selalu kehabisan kata-kata dibuatnya. Salting. 

 "Udah sholat kamu?"
"Udah."
"Sholat dimana?"
"Heh? hehe.. belom ketang."
...

Padahal saya sudah menyusun skenario yang demikian ciamik. Cukup jawab, "Sudah, Ma, tadi di kamar." tetap saja gagal. Sial. Padahal dia bertanya dengan kalem saja. Begitu saja, cukup dua kata. Mungkin dia pakai jurus ilmu pedang malaikat menundukkan siluman atau  jurus ular naga menggelung bukit, entahlah.

Ini cerita tentang ibu saya, mahluk beranak tiga yang bekerja jadi dosen di sebuah perguruan tinggi swasta. Selama hidup saya, dia selalu marah. Dia selalu cerewet, ada aja yang diomonginnya. Bangun tidur belum cuci muka, belum gosok gigi, dia sudah bisa berkicau begitu liat saya makan nasi sambil tidur-tiduran. Pamali, katanya. Seriusan deh, lebih nikmat mendengarkan kicauan burung daripada kicauan dia.

Nada suaranya selalu naik dua oktaf setiap melihat asbak saya yang penuh dengan puntung rokok. "Merokok terus, ya!" Keluar malam hari belum lengkap tanpa telepon tepat pukul sepuluh malam. "Dimana? Mau pulang jam berapa? Sama siapa? " selalu begitu, persis petugas sensus. Meski sedang sibuk bekerja, dia selalu bisa menyisihkan waktu lima menit setiap saya pulang terlalu malam untuk mengomeli saya. Omelannya pun selalu tepat guna, tak butuh editor kata-kata; singkat, padat, nyelekit sempurna.

Ada pencipta lagu yang menulis, "kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa" ternyata itu benar adanya. Sampai saya setua ini pun, dia seperti tetap bersiaga di sebelah saya, padahal sudah seharusnya kami bertukar peran sejak lama. Dia selalu pingin tau masalah saya dan si pacar. Kalau saya pulang dengan muka masam, dia langsung mengikuti saya ke kamar, "Abis berantem ya?" katanya. Tebakan dia selalu tepat, tapi saya tidak bernafsu untuk ngobrol panjang lebar. Dia adalah tipe ibu yang selalu pingin dekat dengan anak-anaknya. Mencoba untuk memahami berbagai masalah dari sudut pandang saya, sekaligus menjadi seorang ibu yang bijaksana, dan saya tahu itu sulit. Setiap saya sedih dan putus cinta alah haha, cukup kedua tangannya yang menepuk-nepuk halus punggung saya. "Boleh sedih, tapi jangan lama-lama ya." begitu pesannya.

Ibu marah itu petaka, lebih berbahaya dari perampok bersenjata. Pernah dengar berita ibu-ibu mengamuk menghajar FPI di Medan? Haha. Seperti saya bilang, ibu-ibu itu punya kekuatan super. Sosok ibu itu pelik. Ya, saya sebut itu dua kali. Dia rela jadi tokoh antagonis dalam keluarga, yang melarang ini dan itu, mengomel ini dan itu. Dia rela jadi public enemy, si musuh bersama, menjadi target utama yang harus dilumpuhkan ketika aliansi anak-anak kurang ajar mau berbuat kenakalan. Walaupun kepala saya pusing setiap kali dia mengeluarkan jurus kepo berdarah dingin, dia seperti tangan kanan Tuhan yang selalu diberi suntikan kekuatan, dikirim untuk menjaga saya supaya tetap waras.

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, saya beri dia lima bintang, untuk rela berkorban menghidupi saya, untuk tak ada habisnya mengomeli saya, dan dengan watak saya yang bengal ini, dia tidak pernah sekalipun mengusir saya dari rumah. Untuk semua kegalakannya, kecerewetannya, dan prilaku keponya yang terkadang menyebalkan, siapapun yang berani ganggu dia, harus berhadapan dengan saya.

Pernah ada orang kampung bilang: sebesar-besar ampun adalah yang diminta seorang anak dari ibunya, sebesar-besar dosa adalah dosa anak kepada ibunya, kata Pak Pramoedya AT sih begitu.

...

Friday, May 25, 2012

obsesi saya, dulu dan sekarang

Sekali waktu, Bapak saya pernah meledek saya, katanya mimpi saya cupu. Kalau orang lain bermimpi punya ferrari atau aventador dari lamborghini, saya dari dulu 'cuma' berangan-angan punya landy alias landrover.

Bisa jadi saya sering bermimpi mengendarai porsche atau bugatti, tapi sekadar pingin mengendarai saja, mencoba suspensi poshrod yang katanya sama dengan yang digunakan mobil-mobil F1. Kebut-kebutan pakai mobil mesin turbo V12 yang bertenaga banteng memang sepertinya lebih menyenangkan. Tapi,  sama seperti rasa ketertarikan antar manusia, ada hasrat sekadar ingin menciumi ada juga hasrat ingin menikahi. Ada hasrat sekadar ingin mengendarai, ada juga hasrat ingin memiliki, ingin membeli. 

Kalau mobil saya suka landrover, kalau motor.. Saya suka vespa. Sialnya, dua-duanya tak disukai bapak saya. Mungkin ini rasanya rencana pernikahan yang tak direstui ayahanda dan dijegal calon mertua. Sulit cari spare part, mahal dan pasti rewel, katanya. Mobil yang saya sering gunakan sekarang sebenarnya bisa saja dijual untuk beli landrover, tapi tentunya permit dari bapak saya ga keluar. Selain itu saya tahu persis land rover itu boros minyak, entah berapa duit yang harus keluar setiap mau jalan-jalan mejeng pake landy. Sial.

Alasan saya terobsesi pingin memiliki landy dan vespa sebenarnya atas dasar emosional belaka; saya suka modelnya. Penyengat nostalgia, romantisme barang tua selalu menggoda buat saya. Sama sekali tak ada hubungannya dengan efektivitas. Walau saya tahu, parkir di tempat paling mengerikan sekalipun, kalau mobilnya landy, rasanya tak ada yang berani oprek-oprek. Terbaret pun tak apa, landy justru lebih gagah dan sangar dengan beberapa baret di badannya yang gahar. Mau pulang malam kalau bawa landy rasanya lebih percaya diri, tak ada yang berani ganggu. Mana ada sih yang mau merampok landy tua? 

Beberapa tahun lalu, sempat berangan-angan dengan seorang pria. "Kamu jadi guru, nanti saya antar pake vespa, setiap pagi kita boncengan, ya?" Haha.. cerita itu sudah lama lalu, tapi saya suka skenario itu. Dibanding motor honda irit minyak yang sekarang saya gunakan, dari segi efektivitas, vespa jelas kalah jauh. Honda setidaknya lebih ramah lingkungan, dan tak rewel. Tapi honda ya honda, vespa ya vespa. Mereka punya karakteristik yang beda. Vespa lebih hmm.. apa ya? Intrigue? Haha. Ibarat laki-laki, honda itu ya lelaki muda siap nikah yang mapan dengan gaji di atas 10 juta, sempurna. Tapi, apa serunya? 

But then again.. romantisme ya romantisme. Menyenangkan, tapi ya sudah saja, cukup, tidak lama, temporary, bersifat sementara, fana, mortal, apalah. Haha. Bapak saya selalu ingatkan saya, "Hidup itu ya realistis saja. Kamu ga bisa selalu dapat apa yang kamu mau." begitu katanya. 

Ya sudahlah.. untuk sekarang ini honda memang rasanya jauh lebih realistis daripada vespa. Suatu saat nanti, mungkin dua tahun lagi, atau sepuluh tahun lagi, obsesi ini bukan lagi sekadar mimpi. Kepada Tuhan yang tersayang.. mampir baca blog saya ya kalau kebetulan sedang senggang. Hohoho.

saya dan landy teman saya. cocok, kan?
 ...

Monday, May 21, 2012

toko garasi

This used to be my baby, my kid, yang saya eksplorasi habis-habisan dan mengambil keuntungan darinya. Haha.

 
Hampir lima tahun lalu, tepatnya tahun 2007, saat saya sedang bosan dengan internet, lahirlah si toko garasi. Walaupun dijalankan sambil main-main, ternyata lumayan juga hasilnya. Bisa buat dipakai buat jajan chiki atau jalan-jalan ke luar negeri. Hihi. Hari ini saya membuka folder si toko garasi dan tertawa-tawa melihat hasil foto yang saya jepret sendiri. Mengorbankan dua orang teman yang saya dandani setiap saya mau 'gelar dagangan', photoshoot dengan mobil kecil saya yang isinya lebih mirip gudang. Membagi waktu antara main hoki (yang utama) dan kuliah yang membosankan haha. 



Ini ceritanya photo session pertama saya. Awal tahun 2008, saya mencoba untuk motret sendiri karena bosan dengan display foto yang sekadar digantung atau cuma pakai manequin. Backgroundnya hanya tembok kamar putih. Saya belum mahir photoshop, sekarang pun belum sih, tapi dulu lebih parah. Kamera saya waktu itu masih pakai Nikon D40 sebelum hilang dirampok orang. Dua teman yang jadi korban ini adalah Sharifa Ainie dan Debbei Delima, dua-duanya atlet hoki dan tidak pernah pakai sepatu hak tinggi. Berkat tipuan kamera dan sedikit pulasan, jadilah mereka mejeng di halaman ini. 

Ciri khas model toko garasi cuma ada dua: yang pertama selalu pakai kacamata. Yang kedua, mukanya sering nunduk. Kenapa? karena mukanya jelek, saya ga suka. haha becanda. Penyebabnya adalah karena diantara kami tidak ada yang bisa dandan. Sekadar pakai bedak tipis atau hiasan mata aja ngga bisa. Jadi supaya tidak mengurangi keindahan barang yang ditawarkan, dengan sangat terpaksa, kedua model ini harus seringkali nunduk, tidak boleh tertawa terlalu lebar, kalau bisa mingkem aja, senyum cukup sebaris, itupun kalau diperlukan. 



Beberapa kali photo session dengan background tembok putih lama-lama bikin bosan juga, akhirnya saya 'sok' kreatif. Saya beli alas meja plastik yang motifnya kotak-kotak hitam putih lalu saya tempel di dinding kamar. Yang ini menurut saya norak banget, udah gitu editannya alay pula. Orang Sunda akan menyebutnya; garila. Orang bule akan berkomentar; eeeewwww.
 

Photo session selanjutnya saya makin 'sok' kreatif. Pingin foto outdoor, lagipula saya lebih suka motret pake cahaya matahari daripada di dalam ruangan yang hambur flash. Kalau udah motret outdoor ini repotnya luar biasa, baik model maupun saya, semua harus kerja. haha. Angkut-angkut barang, itu yang utama. Ganti baju berkali-kali itu juga ternyata big effort lho. Belum abis itu saya suka marah-marah, si Ipeh giginya keliatan gede, atau Debbei mulutnya terlihat monyong. Kadang saya suka lupa diri kalau lagi motret. Sekali waktu di studio, saya motret Debbei dan teriak, "Ulang, muka lo jelek!" atau "Ipeh, jangan napas! Tahan perut, buncit tuh!" teman saya yang kebetulan waktu itu ikut nongkrong di studio langsung shock. Katanya saya jahat banget. Haha. 

 


Karena saya selalu pake dua model ini, buyer-buyer saya sampai hapal sekali sama mereka. Kadang kalau ada salah satu yang menggendut atau mengurus, suka dikomentarin. "Mbak, kayanya model yang itu kurusan ya? Atau gendutan, ya?" haha.





Ini saya yang rusuh setiap pemotretan. Jadi fashion stylist dadakan, fotografer dadakan, sekaligus kuli angkut dadakan. Cape juga lho.
Capek foto outdoor karena ternyata bener-bener harus full effort, selain kadang suka susah cari tempat ganti baju buat model-model ini (kadang saya suka aneh juga, misal motret di lapangan kuda, buat ganti baju aja model harus jalan kaki lumayan jauh, padahal baju yang mau difoto bisa lebih dari sepuluh pieces) belom pusing masalah perijinan, ngepack segitu banyak property dan barang. Capek bok. Akhirnya lama-kelamaan saya ganti haluan, yang gampang aja; foto di studio haha.

Dari dulu selera saya agak aneh, kalau kepala saya benar-benar ga tersentuh kenormalan, mungkin hasilnya bakal lebih aneh dari ini. Saya juga penggemar berat topi-topi aneh, walaupun jarang saya pake, karena kalo saya pake langsung suka dikomentarin aneh-aneh, saya ga suka. Haha. Akhirnya topi-topi itu bisa juga kepake buat property foto. Beberapa baju disini dijahit di penjahit super bernama Lica Triapalas. Kenapa saya bilang super? Karena terus terang saya ga bisa gambar, setiap gambar muka perempuan, yang tercetak di kertas adalah gurat-gurat wajah Christina Martha Tiahahu, pahlawan favorit saya sejak SD. Padahal di kepala saya ini banyak sekali design-design baju yang pengen saya wujudkan. Alhasil, setiap saya datang ke workshop Lica dia langsung sibuk gambar dan saya ngomong, menggambarkan apa yang ada di kepala saya dan dia yang menuangkan omongan saya jadi sketsa. Walaupun seringkali dia marah-marah, mengerutkan kening dan menggambar sambil ngomel karena omongan saya kadang suka ga jelas, ternyata bisa juga saya jadi designer modal ngemeng. Haha, canggih ya? :)



Sekarang si toko garasi sudah tamat riwayatnya, ehh belum tau sih, mungkin vakum, mungkin judulnya hibernasi dan mudah-mudahan bisa bangun lagi. Kadang kangen juga jualan, motret, hunting lalala lilili tapi terus terang aja saya mulai bosan dan sekarang sedang ada satu mimpi lagi yang harus dikejar, sampai dapat! Banyak memori di toko garasi, kegiatan menyenangkan sembari mengisi pundi-pundi, dan juga si dia yang dulu (pernah) setia menemani saya. Hihi.. Anyway, terima kasih toko garasi. :) 

...

Friday, May 18, 2012

jakarta, semasa muda

Does anyone sense a pleasant-vibration when looking at all these photos? 


In a world of adobe photoshop, cell phones with 10 megapixel digital cameras  and regular cameras that take pictures in such high resolutions that they look better than in real life, the film camera is a dying breed. I was browsing through internet on my work hour and accidentally found these. I always loved these kind of vintage photos printed from a film, personally love the portraits photos. I think it is just too good, the clothes, the pose,  they always have like some kind of signature smile, i don't know it's just bring an indescribable different kind of vibe. You guys really should check 'em out, a beautiful nostalgic form of art. :)


...

Sunday, May 13, 2012

waktu (itu ketika sedang) homesick

Untuk setiap malam-malam dingin yang membuat persendian kakiku ngilu. Perlahan menggradasi  warna kuku menjadi ungu. Dikotanya ini, kepalaku rasanya pincang, pikiranku hampir setengahnya terbuang.  Aku rindu kotaku. Tempat sederhana yang bisa dicintai tanpa banyak tanya. Rasa hangat ketika siangnya mendekap, terasa lengkap meski sepi menyesap.  

Dear Bandung.. entah kenapa kamu selalu menawan tanpa perlu berlagak metropolitan, rayumu menyentuh tanpa perlu jadi bajingan, magismu mengena tanpa perlu banyak mantra. Pagimu selalu suguhkan seloyang penuh ketenangan dan di setiap lapisannya..entah kenapa selalu terkecap setangkup rasa senang.  

Dua minggu ternyata sudah lebih dari cukup untuk mengumpul rindu. Minggu depan aku pulang.


Ah, tulisan ini kok rasanya terlalu melankoli.

maen gapleh dululah.
pake duit. 

...

Thursday, May 10, 2012

suddenly horny

Look what i found on my traffic desk this morning! A regular press release with Olympus name on it.
These are what's written in the press kit.

 image source: Olympus press kit

"The OM-1 was 35% smaller than comparable cameras from Nikon, Canon, Pentax and Minolta. It was also a bit smaller than a Leica M-series camera, and offered a larger, brighter viewfinder than competitive SLRs. Moreover, it was exceptionally quiet and vibration-free, thanks to a four ball bearing shutter mechanism and a newly developed lightweight curtain drum, which cut down on noise and acted as an air damper for the shutter and mirror mechanisms."


 image source: Olympus press kit

First thing that i love about this camera is it's sexy magnesium-alloy body that looks so vintage. Reminds me of the FM series from Nikon. It is more compact than a DSLR. The Olympus PEN is gaining popularity locally among those who want more than a point and shoot compact camera but don’t want to carry a DSLR. Since im longing for a smaller camera, this one is really catch my eyes, and it is also dust and splash proof! You dont need to worry about hiding your camera when it rains, I think it would be great for traveling and backpacking.

and so the press release continue..

"Underwater Case PT-E08. This is the genuine underwater case for exclusive use with the OLYMPUS OM-D. It makes it possible to create a professional-grade underwater photography system usable at depths up to 45 meters. The compact size and lightweight advantages of the camera body ensure comfortable underwater operation.
The PT-E08 employs a waterproof lens port that is bayonet-mounted and replaceable. The standard underwater lens port accepts the M.ZUIKO DIGITAL 14-42mm f3.5-5.6 II, M.ZUIKO DIGITAL 14-42mm f3.5-5.6 IIR and M.ZUIKO DIGITAL ED 9-18mm f4.0-5.6 lenses. When an optional port adapter is used, an underwater lens port compliant with the Four Thirds System standard can be attached on it. This design is expected to make the two lenses, the ZUIKO DIGITAL ED 8mm f3.5 Fisheye and ZUIKO DIGITAL ED 50mm f2.0 Macro, usable with the underwater case."


image source: Olympus press kit

i was so horny for a second there.. 

"Like the popular PEN Series models, the OLYMPUS OM-D features a compact, lightweight design that’s fully compliant with the Micro Four Thirds System standard. But whereas the PEN Series inherited the convenience, simplicity, and high image quality offered by the PEN Series in the film age, the OLYMPUS OM-D has inherited the tradition of a true system SLR from the OM Series. The OLYMPUS OM-D is designed for serious camera buffs who want to make full use of interchangeable lenses and shoot photographic masterpieces by looking into the viewfinder, without having to worry about the weather or environmental conditions. Sand, sun, sleet, or snow, the OLYMPUS OM-D is a camera that’s ready to go."

and these are the Olympus OM-D E-M5 specification in summarize:

    * 16MP MOS Four Thirds format sensor
    * Weather-sealed body
    * Twin control dials
    * New, '5-axis' image stabilization
    * Shoot at up to ISO 25,600
    * Up to 9fps shooting (4.2 fps with continuous AF)
    * 800x600 pixel (1.44M dot) LCD electronic viewfinder
    * VGA-equivalent 3" OLED touchscreen display - tilts 80° upwards and 50° downwards
    * Latest TruePic VI processor
    * Improved C-AF autofocus with 3D tracking
    * Flash sync speed up to 1/250th sec

An outstanding value for an average photo enthusiasts like me who just wanted a great little camera that took great little pictures. Anyway, i find myself wanting too much new gear but really ought to get out and take some more photos. Stupidity nowadays.Ok, now saving up, you idiot!

...

ngomel

kosong

 selalu deh kau asal jepret. tak pernah perduli shutter count. menekan tombol 'delete' memang mudah, tapi apa kau tidak takut optik kameramu kena? selama ada objek dan mau berpose, dengan gampang kau tekan tombol tanpa pikir panjang. sadar tidak sih? hasilnya buruk. kau selalu salah menentukan diafragma, kau selalu buta menangkap rentang antara kamera dengan objek foto untuk menghasilkan variasi ketajaman. kau tidak pernah becus mengatur exposure. kau bahkan tak pernah mau repot-repot mengecek light meter, modalmu cuma selera, yang kau klaim sebagai rasa. kau tak pernah mau gunakan flash, padahal objekmu gelap. nalarmu tak sejernih viewfindermu. kau tak pandai memilah strategi, kapan saatnya panning, blurring atau freezing. kau selalu zooming. kalau suatu saat nanti sudah tak ada lagi yang mau menjadi objek fotomu karena mereka tahu kau cuma asal tekan, jangan cari aku.. untuk tersenyum pada kameramu.

ps. untuk para pria yang tak pernah pikir panjang.

...

Wednesday, May 9, 2012

catatan random nomor tiga puluh empat


"Binatang itu bicara, makan -- tapi tak mengerti dirinya. Dan aku begitu juga.." - Pramoedya AT

Pada suatu hari di sebuah sekolah dasar, ibu guru berbicara lantang di depan kelas. "Jadi anak-anak, negara kita ini adalah negara agraris. Kenapa? Karena negara agraris adalah negara yang sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani",  begitu katanya. Seorang murid perempuan mengangguk-ngangguk tanda mengerti. Lalu sepulang sekolah dia menonton televisi dan melihat iklan rokok Bentoel. Digambarkan dalam iklan tersebut, hamparan sawah hijau yang menggugah mata, subur, makmur, oh ini dia yang dimaksud bu guru, pikirnya.

Diseberang komplek rumah si anak perempuan bodoh adalah hamparan sawah memanjang dipisahkan oleh sungai berwarna coklat. Si anak perempuan seringkali bermain kesitu walaupun sering dimarahi oleh orangtuanya. Apa pasal? Setiap si anak perempuan pulang sehabis bermain ke sawah, tubuhnya bau tahik kerbau. Tentu saja, karena si anak perempuan memang bergumul dengan tahik kerbau dan lumpur. Lempar-lemparan tahik kerbau dengan anak kampung adalah sesuatu yang seru dan menyenangkan buat si anak perempuan. Sesi menyenangkan selanjutnya adalah makan siang dari rantang petani dan minum teh pahit dari poci berbau khas.  Entah kenapa, nafsu makan si anak perempuan selalu bertambah setiap ikut makan bersama para petani di tengah sawah. Sejak saat itu setiap ibu guru bertanya tentang cita-cita pada murid-muridnya, di tengah jawaban dokter, pilot dan polisi, si anak perempuan selalu menjawab dengan pasti, "Saya mau jadi petani, bu!"

Tahun berlalu. Tiga  tahun kemudian barulah si anak perempuan menyadari, sawah di seberang komplek rumahnya sudah berubah jadi bangunan ruko. Lalu dia mengamati lagi, hamparan sawah di pinggiran kota pun sedikit demi sedikit mulai tertutup triplex, seperti hendak dibangun sesuatu. Entah apa. "Kemanakah para petani?" pikir si anak perempuan. Tapi kehidupan baru si anak perempuan terus berjalan dan dia menyenanginya. Dia mulai belajar bermain piano lalu berangan-angan, suatu saat nanti dia akan sekolah piano di Jerman, menjadi maestro dan bergabung dengan orkestra paling tenar sepanjang masa. Oleh karena itu dia pun tak suka lagi sekolah dan mengganti cita-citanya menjadi seorang pianist.

Setiap ke sekolah yang dibawanya adalah majalah Donal Bebek dan tabloid Fantasi berbagai macam edisi. Tak ada satu pun buku pelajaran di dalam tasnya. Terang saja gurunya berang. Tak pelak dipanggilnya orangtua si anak perempuan. Orangtuanya malu bukan kepalang. Habislah dimarahi si anak perempuan sesampainya di rumah. Selain sering berkelahi, di sekolah si anak perempuan juga tak pernah bawa buku pelajaran. Padahal tas ranselnya selalu penuh bak orang mau kemping ke gunung lima bulan.  Alasannya simple. "Kan bisa pinjam ke teman, Ma? Semua anak bawa buku yang sama, kalo tabloid Fantasi tak ada satu pun yang bawa." jawab si anak perempuan. Guru pun jadi kesal oleh kelakuan si anak perempuan, tak ada satu pun murid yang boleh duduk sebangku dengan dia, supaya tak bisa berbagi buku pelajaran.

Dua puluh tahun berlalu, si anak perempuan akhirnya bekerja menjadi seorang editor di sebuah majalah gaya hidup di ibukota. Si anak perempuan bodoh sekarang sering termanggu memikirkan pekerjaannya. Dia tak suka menulis berita pesanan. Dia tidak suka disuruh duduk diam seharian penuh hingga membuat kakinya kram. Si perempuan bodoh mulai tertekan. Anak jaman sekarang menyebutnya galau. Sekarang, bila ditanya oleh teman-temannya mau jadi apa, dia selalu menjawab singkat. "Ingin jadi isteri nelayan." dan semua orang.. entah kenapa menganggapnya bercanda. 

Bukan ritme kerja yang stagnan atau terlalu signifikan dan serbasibuk yang dicarinya. Si anak perempuan mulai kebingungan. Dia mau jadi apa? Dari sekian banyak profesi yang menggoda batinnya, tak ada satupun yang berhasil diraihnya. Jadi pesulap, pianist, penari balet, pesilat hingga yang paling lama bercokol di kepalanya, jadi petani. Anak perempuan lalu mengadu kepada ibunya. Ingin pulang dan berdiam diri dulu sebentar, tapi ibunya tak setuju. Diancamnya akan dinikahkan dengan lelaki pilihan ibunya. Si anak perempuan bergidik, ketakutan dan mengurungkan niat pulang ke kampung halaman.  

Ditengah pergolakan batinnya, si perempuan kian merasa nelangsa. Berdoa semoga mendapat jalan untuk pekerjaan yang lebih cocok dengan isi kepalanya. Sepanjang hari di kantornya, si anak perempuan terdiam memandangi deret tulisan yang tak mengena di hatinya. Oh, sungguh kasihan sekali nasib si anak perempuan. Dia berubah menjadi anak perempuan yang cengeng dan seringkali meratapi nasib, padahal kalau dipikir-pikir, sungguh nasibnya tak buruk-buruk amat. Yang jelas, satu hal yang masih sering hinggap di kepalanya, kalau sawah-sawah itu menghilang, kemana perginya para petani? Dimanakah mereka membuka rantangnya? Dan tahik kerbau itu.. apakah masih sama bunyinya ketika menemplok di punggung bagian belakang?

 Radio di bulan Mei selalu menggaungkan lagu sendu.
Mereduksi euforia, membuat hati ini mengkeret melayu.  

ps. cerita  diatas hanyalah fiksi belaka, jika ada kesamaan, baik tokoh dan kejadian semua adalah kesengajaan semata. :)

...

Sunday, May 6, 2012

while on duty



Tiga hari penuh meliput lawatan budaya bersama ibu-ibu pasukan sasak tinggi di Kuala Lumpur.

Well.. i never liked Malaysia. Tuh kan, seperti biasa, defensif. Hihi. But it's true. Ini kedua kalinya saya menginjakan kaki disana. Sebelumnya kalau tidak salah tujuh tahun lalu, hampir dua minggu saya bermukim di Bukit Jalil untuk urusan main hockey. Tak pernah betah! But anyway, Malaysia punya banyak sekali lapangan hockey yang bagus dan tersebar dimana-mana. Saya iri sekali. Olahraga hockey itu seperti bulutangkis atau sepakbola di Indonesia. Saya sempat juga bertanding di stadium hockey nasional mereka yang luar biasa megah, tentu saja hasilnya kami kalah, kalau tidak salah 12-0. Hahaha. Nggak lucu, sih.



Good thing that i'm traveling while doing my duty, saya ga perlu repot-repot urus hotel, cari makan, baca peta, atau menyusun itinerary dan menyamakan suara semua peserta. Tentunya saya ga bisa bebas exploring semau saya karena jadwalnya sudah ditentukan pihak panitia, tapi saya bisa focus on observing this place dan foto-foto tentunya. :)



First thing that catch my brain: bagaimana orang Malaysia begitu mencintai negaranya. Bahkan di area permukiman kumuh masih tertulis jelas di tembok rumah mereka. "Keranamu Malaysia". Ini saya pikir menarik. Membandingkan taraf kecintaan kita yang cuma naik setingkat ketika merasa hak milik kita dirampas, katakanlah wayang atau batik, baru deh ribut di media atau jejaring sosial. Nasionalisme kita rasa-rasanya hanya sebatas ketika final pertandingan bola. Selain Soekarno, saya rasa belum ada lagi presiden yang berhasil membuat rakyatnya mau repot-repot memajang foto dia di ruang tamu rumahnya dengan sukarela. I don't know who to blame.

Kedua, lawatan ini terselenggara atas undangan menteri komunikasi dan kebudayaan Malaysia. Saya bisa melihat perbedaan yang sangat kentara antara pemimpin rombongan kami, istri Jero Wacik dan istri menteri penerangan Malaysia, Datin Seri Masanah. Datin terlihat sangat humble, dia bahkan menghampiri meja saya hanya untuk menyapa dan menanyakan apakah makanannya enak? Sementara para katakanlah 'pejabat' Indonesia terlihat kaku dan menjaga jarak ditemani ajudan berseragam. Again, I really don't know who to blame.

a male dancer. with an eyeliner. do you know that's not sexy, at all?
this is keris they said, its from Malaysia they said.. 
Ketiga, Malaysia mungkin tak punya koleksi warisan budaya berlimpah, tapi dia adalah adopter yang sangat baik. Persembahan budaya dari pihak Malaysia adalah kombinasi dari berbagai macam kebudayaan mulai dari China, India hingga Eropa, uhm not to mention.. Indonesia. Dikemas dengan sangat apik dan dibawakan penari yang sangat profesional dengan sentuhan koreografi melayu. Belum ditambah dengan penempatan stage yang sangat strategis dan permainan lighting yang spektakuler. It's like they totally leave us in awe. That's the thing, packaging! Malaysia pintar sekali mengemas keterbatasan mereka menjadi sesuatu yang luar biasa. Bisa dimaklumi, mereka adalah pihak tuan rumah yang bisa mengatur segala-sesuatunya secermat mungkin, sementara kami.. ya begitulah. Hihi.


Everyday is sushi day! Saya tidak suka masakan Malaysia. Seperti ada satu bumbu rempah-rempah atau apalah yang selalu mereka masukan ke dalam masakan mereka dan membuat rasanya jadi aneh. Khas Malaysia banget. This is one of my lame habit, lidah dan perut saya sulit diajak kompromi setiap ke luar negeri. Alhasil, satu-satunya yang masih bisa masuk perut saya ya, masakan Jepang. Untungnya masakan jepang selalu tersedia di setiap resto yang kami datangi. Thanks for saving me, sashimi!

Kuala Lumpur sekarang sangat macet, kata pemandu kami. Oh, it's nothing, i said. (..compare to Jakarta, tambah saya dalam hati)

 

Foto ini diambil di Muzeum Kesenian Islam Malaysia. Saya membayangkan kalau Al-Quran bisa diterjemahkan ke dalam komik, mungkin saya dulu bakal lebih semangat belajar mengaji. Bukankah yang penting isinya bisa lebih mudah dipahami?

Alat untuk menulis Al-quran jaman dahulu. Dahulu kapan? Entahlah saya lupa.

dan ini.. aku! Haha.. finally i got myself caught on camera. Taken by Erin, thank you!
All in all, traveling kali ini cukup menyenangkan, walaupun terus terang saya merasa dibully secara halus. Sepulang dari sana, saya jadi sering memikirkan konsep nasionalisme yang salah, apakah cukup hanya dengan sistem kebangsaan atau harus digenapi dengan sistem kenegaraan yang strict? Apakah memang benar bangsa kita ini nasionalis? Atau sekadar tidak mau kalah dan egois? 

 “Karena kau lahir, tumbuh, hidup dan bekerja di sini –tanah airmu, kau juga makan dan minum dari tanah negerimu, dan kelak kau pun mungkin akan mati terbaring di tanah ini –tanah tumpah darahmu, maka itu sudah lebih dari cukup sebagai alasan untuk mencintai negerimu..” - Pramoedya Ananta Toer seperti ditulis oleh Pandasurya. 

...

Friday, May 4, 2012

galau tingkat dua

Entah kenapa kau suka sekali bermain kata-kata. Mempermainkan senja, menipu malam dan menawarkan pagi. Hidup itu ya realistis saja (seharusnya). Tanpa merasa perlu membaca skenario dan latihan berbulan-bulan, manusia terjun bebas ke panggung dan bermain sandiwara. Berlagak bahagia, memanipulasi kepala, tertawa tanpa rasa, seakan dia adalah artis serba bisa. Manusia, saya pikir, adalah spesies paling berbahaya karena ketidaksadaran mereka. Anatomi jiwa manusia yang lemah dan penuh komplikasi emosi  memang seakan dirancang untuk terus-menerus disakiti, mencari ancaman, menikmati kesedihan, mengadiksi pahit, menakuti kebahagiaan. Bodoh.

"Namun di detik pertama kita meluncur keluar dari rahim ibu, perjudian hidup dimulai. Taruhanmu adalah rasa percaya yang kau lego satu per satu demi sesuatu bernama cinta. Dan aku.. adalah penjudi yang buruk." - Partikel

Aku jadi sakit perut. 
Kayaknya diare.

...

Thursday, May 3, 2012

aduh, jonsi!

Kamu bisa menemui isi kepala saya disini.

catatan pendek: "Everything in its right place" segala sesuatu yang ideal dan tertata sempurna itu cuma bisa  terlaksana di dua tempat.  Di sekolah,  dimana segala sesuatunya mengacu kepada teori, literatur dan buku, serta di konser Sigur Ros. Demikian.



 
anyway.

Akal sehat saya nilainya sedang lima. Buruk. Butuh remedial atau rehabilitasi pikiran. Sekaligus, saya merasa sedang  mengalami degradasi moral dan selera. Tentunya saya akan bicara apa saja supaya orang lain tidak menganggap saya gila. Sudah hampir habis empat batang rokok dan saya belum bisa memutuskan saya akan kemana? Ya, memang betul memutuskan perkara ini tidak semudah mengunyah domba Afrika.

Ah sungguh sialan.

Lalu.. Entah kenapa punggung belakang saya merinding setiap dia terlintas di kepala saya. Jangan-jangan dia ada turunan laba-laba atau bapaknya ternyata pernah mengabdi kepada drakula dari Transylvania.

Setelah saya pikir, mungkin ini adalah hasil turbulensi yang tidak sempurna antara rindu, hasrat dan sistem pertemanan kita yang menyenangkan. Ya, mungkin. It's impractical, unacceptable, wrong, yet it feels so utterly right. Bagaimana bisa?

ps. kalau galau itu kecoak, pasti sudah mati gepeng disikat bakiak. Bazingan.

...