Friday, March 11, 2016

wedding, no, its marriage preparation

foto dari sini 

H minus lima bulan prior to wedding day. Persiapannya gimana, Luh? Alhamdulillah yah, baru venue aja yang udah deal, yang lainnya masih mikir-mikir. Hahaha. Anwyay, yang namanya wedding preparation, selain kerusuhan cari vendor-vendor yang cocok, here comes the most crucial thing (for me); 

Jadi, gimana caranya jadi istri yang baik? Hahaha. 

Atau mungkin lebih pas kalau disebut marriage preparation kali ya? Which is menurut saya, ini jauh jauh jauh lebih penting daripada all the jazz and glitters yang ada di wedding preparation. 

Dengan adanya wacana menikah ini, akhir-akhir ini saya jadi senang baca-baca hal-hal yang berhubungan dengan hukum pernikahan dalam agama Islam, sunnah-sunnah yang sebaiknya dijalankan, the do's the don'ts endsbrey endesbrey. Well, at the very least, i have to know what kind of monster ill be dealing with, right? Jangan heran, ya, ilmu saya masih cetek banget.


1. Akad nikah 
a. Siapa saja yang sebenarnya harus ada? 
Mempelai perempuan sebenarnya tidak perlu ada di acara akad. Begitu pun dengan saudara perempuan dan ibu. Kasarnya akad nikah tuh semacam "gentleman agreement" jadi perempuan-perempuannya minggir dulu, deh. Tidak perlu pakai penghulu juga, sebenarnya penghulu itu tugasnya hanya mencatat di catatan sipil dan ngurusin buku nikah karena untuk mendapatkan perlindungan hukum, pernikahannya harus dicatat oleh negara. Jadi sebenarnya agak aneh kalau lihat pengantin jaman sekarang yang pengantin pria dan wanitanya duduk bersebelahan menghadap wali dan penghulu. 

Oh ya, yang lebih aneh lagi, sebenarnya adegan aslinya tuh ga perlu pakai salaman juga antara wali pengantin perempuan dan pengantin laki-laki. Hahaha. Yang selama ini terjadi, entah siapa pionirnya. Mungkin hanya sejenis simbol perjanjian antara dua orang gitu kali ya. Tapi konon, dulu waktu rasul menikahkan anaknya pun ga pake salaman seperti yang lazim kita lakukan sekarang. 

b. Mahar 
Saya juga baru ngeh bahwa ternyata mahar itu bukan merupakan syarat sahnya sebuah pernikahan karena tidak ada dalam rukun nikah. Jadi ternyata begini, mahar itu wajib diberikan kepada istri sama halnya seperti menafkahi istri, tetapi sebenarnya tidak perlu disebutkan dalam ijab qabul karena bukan merupakan rukun nikah. Sejatinya, pernikahan itu bukan ibarat 'jual beli' yang perempuan diberi mahar, lalu dibawa pulang. I agreed on this one. Next baca-baca lagi, mahar sebaiknya adalah barang berharga yang harus bisa dijual in case of anything happen dan suaminya tidak bisa menafkahi, sehingga si istri tetap bisa bertahan hidup. Jadi.. agak aneh juga sih kalau calon kamu seorang pekerja kelas menengah tapi maharnya hanya seperangkat alat sholat. Hehe.. 

Lalu bagaimana besaran mahar? 

Fleksibel, tapi harus cukup berharga. 

Nah, lalu apa definisi berharga? 

Waktu saya baca-baca literatur mengenai mahar, ada satu hadits yang menyatakan bahwa, "Perempuan yang paling baik adalah yang paling ringan maharnya." Nah, hasil dari pernyataan ini mengakibatkan banyak perempuan merasa tidak enak hati atau malu-malu kalau mau menetapkan besaran mahar. Tak jarang ketika ditanya, jawabnya cuma, "terserah kamu aja." Tapi kalau menurut saya, hadits ini terpenggal dari kajian historisnya hingga mengakibatkan salah kaprah. (Disclaimer: bisa jadi saya sotoy, wallahualam) 

Alkisah ada seorang budak muslim yang akan menikah. Budak tersebut sangat miskin yang dimilikinya hanya sepasang sandal. Ketika ditanya oleh Rasul, "Apakah kau tidak punya harta benda lainnya untuk dijadikan mahar?" dia menggelengkan kepalanya. Akhirnya sandalnya yang dijadikan mahar. Kalau kita cermati, memang sih cuma sandal, tapi sandal itu pula satu-satunya harta yang dia miliki, lho, kebayang kan betapa berharganya? Lalu Rasul bertanya pada calon pengantin perempuan si budak tersebut. "Apakah kau ikhlas jika maharmu sepasang sandal?" si perempuan mengangguk. Disitulah Rasul mengatakan, sebaik-baiknya perempuan adalah yang maharnya ringan. Kalau menurut saya sih maksud dari pernyataan tersebut adalah perempuan yang ikhlas dinikahi oleh laki-laki yang tidak berharta itu sungguh mulia. Saat perempuan lain berlomba-lomba mencari pasangan yang bisa meningkatkan status ekonomi, perempuan ini justru ikhlas dinikahi oleh seorang budak.

Konon Rasul memberikan mahar 20 ekor unta muda kepada Siti Khadijah saat mereka menikah. Ketika Ali menikahi Fatimah, maharnya berupa baju besi milik Ali karena cuma itu pula satu-satunya harta berharga yang dimiliki Ali. Ada juga cerita sahabat Rasul yang menikah hanya dengan mahar dua ayat Al Quran. Tapi lagi.. konon jaman dahulu kala, orang yang hafal dan paham Al Quran itu masih sangat langka. Jadi ketika ada calon suami yang maharnya ayat suci, nilainya menjadi sangat berharga karena masih jarang ada laki-laki yang bisa memahami dan bisa mengajari ayat-ayat Al quran. 

Lalu, kembali ke pertanyaan awal, jadi besaran maharnya berapa, Luh? 

Bentar, ya, mikir dulu. #hening 

3. Tahukah kamu bahwa sunnah hukumnya memandikan suami? Dari dulu ibu saya selalu memandikan bapak saya. Padahal bapak saya sehat wal afiat, bukan manusia disable yang ga bisa mandi sendiri. Tapi jarang banget ibu saya absen mandiin bapak saya kalau malem. Dulu saya pernah iseng nanya (usil banget ya), "Ngapain dah mandi berduaan mulu?" jawabnya, "Si papa tuh kalo mandi ga pernah bersih, punggungnya ga dibersihin," as simple as that, but awww so sweet. Prikitiww :))))

4. Istri bukan pembantu. Alias sebenarnya adalah bukan tugas seorang istri untuk mencuci baju, beresin rumah, memasak. Perihal ini dibahas secara jelas dan lengkap di rumahfiqih.com, bahwa suami harus membawa makanan yang sudah jadi, jika dia membawa bahan makanan, maka dia harus meminta izin dulu kepada istri, apakah istrinya mau mengolahnya? Kalau istrinya ga mau, ya salaaamm.. hahaa tapi ga ada salahnya juga untuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Yang jadi garis besarnya adalah; pekerjaan rumah tangga sebenarnya adalah kewajiban bersama. Jadi saling bantu-membantu dalam pekerjaan domestik sounds like a perfect idea ;) 

5. Nurut sama suami 
Ini agak berat. Dari dulu saya lebih sering jadi pembangkang. Apalagi kalau saya tahu kalau saya benar. Tapi tahukah kamu, ketika ijab kabul dibacakan maka suami akan menanggung dosa-dosa sang istri? Kasian, ya? Berat pasti hidupnya. 

Selama ini saya hidup benar-benar seenak jidat banget. Saya bisa tiba-tiba beli tiket malam hari dan besoknya langsung packing dan naik gunung aja gitu. Sendiri. Iya, sendiri. Naiknya ga sendiri sih, biasanya ada barengan, tapi saya ga pernah pusing untuk cari teman ngetrip, kenalan di base camp lalu naik bareng juga jadi, kok. Kalau mau cabut, ya, cabut aja gitu. Kadang minta izin sama ibu saya aja pas udah otw bandara. Permit keluar atau engga, urusan nanti. Pokoknya beli tiket dulu. Sungguh, saya ini memang anak durhaka.

Inti dari permasalahan ini sebenarnya adalah bagaimana caranya mengubah sudut pandang saya. Yang terbiasa membuat keputusan sendiri, jadi keputusan berdua, dari pilot jadi co pilot. Baca buku biografi Siti Khadijah sangat sangat membantu. She did a pretty good damn job! Dari wanita pengusaha jadi ibu rumah tangga, itu berat, lho. 

Hmm trus apa lagi, ya?  *brb baca-baca lagi. 

***  

2 comments:

  1. halo salam kenal sebelumnya, mbak Galuh. Saya Tari. Sebentar lagi juga saya mau nikah (masih setaun lagi sih tapi konon katanya itu waktu yang sangat singkat utk prepare marriage2 thingy). Baca2 blog mbak helpful banget info2 dan sharing experience nya. Boleh saya tau judul buku biografinya Siti Khadijah itu apa ya? Soalnya saya juga sedang dalam misi menjinakan diri nih sebelum bener2 jadi istri. Masih kayak kuda liar 😂
    Terimakasih sebelumnya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ahahaha.. Kok sama 😅 Saya baca biography siti khadijah di bukunya Sibel Eraslan. Silakan dibaca biar makin istiqamah. 😆

      Delete