Thursday, July 26, 2012

ketika antri surat sehat

Apa yang lebih menyedihkan dari rumah sakit pemerintah? Tempat persinggahan sekumpulan orang sakit yang datang berbekal harap pada satu bundel berkas yang ujungnya sedikit keriting. Penanda mutlak surat kemiskinan yang telah ditandatangani para pejabat setempat untuk ditukar dengan obat. Ditemani anak saudara atau istri cukup dengan makan siang indomie,orang miskin memang tidak pernah cocok dengan rumah sakit. Sayangnya, mereka sering berjodoh, lalu apa boleh buat? 

Sial, aku sakit. Harus ke rumah sakit. Biaya makan satu bulan terpaksa harus diirit.
 Bangku setengah berkarat, riuh rendah pengeras suara, dan bau khas obat-obatan bercampur jadi satu dengan hela nafas menahan kesakitan. Toilet berbau pesing dengan pintu yang tidak bisa dikunci, alamaak sungguh higienis? Tangisan anak kecil memecah udara. Lalu di tengah lalu-lalang, para dokter muda berjalan, tenang, terlihat putih, bersih, dengan jas kebesaran. Sebuah antipoda yang menggambarkan simbiosis mutualisme yang menyedihkan. Para dokter bersulang, industri farmasi berseru-seru senang.
...

Setan-setan kapitalis mungkin sedang sibuk berpesta nasi kuning karena telah berhasil melahirkan budaya nalar untung-rugi. Setelah saya pikir-pikir, realita ini sungguh terasa tidak lucu lagi. Badan Pusat Statistik Maret 2012 menyatakan penduduk miskin Indonesia berkurang 890.000.

 Pertanyaannya, yang miskin itu jadi kaya atau pada mati?