Sekali waktu, Bapak saya pernah meledek saya, katanya mimpi saya cupu.
Kalau orang lain bermimpi punya ferrari atau aventador dari lamborghini,
saya dari dulu 'cuma' berangan-angan punya landy alias landrover.
Bisa
jadi saya sering bermimpi mengendarai porsche atau bugatti, tapi
sekadar pingin mengendarai saja, mencoba suspensi poshrod yang katanya
sama dengan yang digunakan mobil-mobil F1. Kebut-kebutan pakai mobil
mesin turbo V12 yang bertenaga banteng memang sepertinya lebih
menyenangkan. Tapi, sama seperti rasa ketertarikan antar manusia, ada
hasrat sekadar ingin menciumi ada juga hasrat ingin menikahi. Ada hasrat
sekadar ingin mengendarai, ada juga hasrat ingin memiliki, ingin membeli.
Kalau
mobil saya suka landrover, kalau motor.. Saya suka vespa. Sialnya,
dua-duanya tak disukai bapak saya. Mungkin ini rasanya rencana pernikahan yang tak direstui ayahanda dan dijegal calon mertua. Sulit cari spare part, mahal dan
pasti rewel, katanya. Mobil yang saya sering gunakan sekarang sebenarnya
bisa saja dijual untuk beli landrover, tapi tentunya permit dari bapak
saya ga keluar. Selain itu saya tahu persis land rover itu boros minyak,
entah berapa duit yang harus keluar setiap mau jalan-jalan mejeng pake
landy. Sial.
Alasan saya terobsesi pingin memiliki landy dan vespa sebenarnya atas dasar emosional belaka; saya suka modelnya. Penyengat nostalgia, romantisme barang tua selalu menggoda buat saya. Sama sekali tak ada hubungannya dengan efektivitas. Walau saya tahu, parkir di tempat paling mengerikan sekalipun, kalau mobilnya landy, rasanya tak ada yang berani oprek-oprek. Terbaret pun tak apa, landy justru lebih gagah dan sangar dengan beberapa baret di badannya yang gahar. Mau pulang malam kalau bawa landy rasanya lebih percaya diri, tak ada yang berani ganggu. Mana ada sih yang mau merampok landy tua?
Beberapa tahun lalu, sempat berangan-angan dengan seorang pria. "Kamu jadi guru, nanti saya antar pake vespa, setiap pagi kita boncengan, ya?" Haha.. cerita itu sudah lama lalu, tapi saya suka skenario itu. Dibanding motor honda irit minyak yang sekarang saya gunakan, dari segi efektivitas, vespa jelas kalah jauh. Honda setidaknya lebih ramah lingkungan, dan tak rewel. Tapi honda ya honda, vespa ya vespa. Mereka punya karakteristik yang beda. Vespa lebih hmm.. apa ya? Intrigue? Haha. Ibarat laki-laki, honda itu ya lelaki muda siap nikah yang mapan dengan gaji di atas 10 juta, sempurna. Tapi, apa serunya?
But then again.. romantisme ya romantisme. Menyenangkan, tapi ya sudah saja, cukup, tidak lama, temporary, bersifat sementara, fana, mortal, apalah. Haha. Bapak saya selalu ingatkan saya, "Hidup itu ya realistis saja. Kamu ga bisa selalu dapat apa yang kamu mau." begitu katanya.
Ya sudahlah.. untuk sekarang ini honda memang rasanya jauh lebih realistis daripada vespa. Suatu saat nanti, mungkin dua tahun lagi, atau sepuluh tahun lagi, obsesi ini bukan lagi sekadar mimpi. Kepada Tuhan yang tersayang.. mampir baca blog saya ya kalau kebetulan sedang senggang. Hohoho.
...
saya dan landy teman saya. cocok, kan? |