Monday, September 19, 2016

august: the declaration of dependence


The most memorable month, to me, to him, and to our family. 

Alhamdulillah. 

As some of you may already know, my wedding is not that perfect. Actually it's even far from perfect. Penyebabnya adalah: HUJAN. Yaaak! Kami kehujanan. Ga kehujanan banget sih, lebih tepatnya gerimis. Hahaha.. Tapi apa boleh buat, the show must go on. Dari awal saya selalu menekankan; yang penting sah, yang penting sah, yang penting sah, well my wish has been granted, the akad actually went very well. Jadi.. dengan diiringi rintik hujan, paduan suara tonggeret dan bau petrichor (ini sebenarnya malah bikin suasana tambah syahdu, sih) bapak saya berhadapan dengan calon suami saya dihadapan saksi, bapak penghulu, saudara, dan teman-teman. And here comes one of the most important moments in my life..

Meanwhile.. back there, saya si pengantin yang duduk terpisah dari majilis akad, sedang sibuk komat-komit berdoa. Berdoa apa, Luh? Berdoa biar ujannya ga makin deras. -____- Asli deh, ini hujan bikin nervous banget. Terus terang aja saya ga punya back up plan. Tempat evakuasi (baca: tempat buat neduh) kalau hujan sih sebenarnya ada, tapi ga asik banget ye, kan? Meskipun Rasul bilang hujan itu adalah waktu-waktu ketika pintu berkah dibuka, tapi ya tetep aja deg-degan sih, takutnya hujan badai dan tamu-tamu kehujanan. Jadi, ketika semua orang sedang sibuk fokus ke meja akad, saya malah fokus mandangin langit berharap gerimis berhenti dan matahari muncul, saya bahkan sama sekali engga nafsu untuk curi-curi pandang ke meja akad. Sampai tiba-tiba saudara yang duduk di sebelah saya teriak, "Alhamdulillah, sudah sah!" 

Eh, apa? 

Sah? Sah! 

Hey! Apa? Aku sudah jadi istri orang!!