august: the declaration of dependence

The most memorable month, to me, to him, and to our family. 

Alhamdulillah. 

As some of you may already know, my wedding is not that perfect. Actually it's even far from perfect. Penyebabnya adalah: HUJAN. Yaaak! Kami kehujanan. Ga kehujanan banget sih, lebih tepatnya gerimis. Hahaha.. Tapi apa boleh buat, the show must go on. Dari awal saya selalu menekankan; yang penting sah, yang penting sah, yang penting sah, well my wish has been granted, the akad actually went very well. Jadi.. dengan diiringi rintik hujan, paduan suara tonggeret dan bau petrichor (ini sebenarnya malah bikin suasana tambah syahdu, sih) bapak saya berhadapan dengan calon suami saya dihadapan saksi, bapak penghulu, saudara, dan teman-teman. And here comes one of the most important moments in my life..

Meanwhile.. back there, saya si pengantin yang duduk terpisah dari majilis akad, sedang sibuk komat-komit berdoa. Berdoa apa, Luh? Berdoa biar ujannya ga makin deras. -____- Asli deh, ini hujan bikin nervous banget. Terus terang aja saya ga punya back up plan. Tempat evakuasi (baca: tempat buat neduh) kalau hujan sih sebenarnya ada, tapi ga asik banget ye, kan? Meskipun Rasul bilang hujan itu adalah waktu-waktu ketika pintu berkah dibuka, tapi ya tetep aja deg-degan sih, takutnya hujan badai dan tamu-tamu kehujanan. Jadi, ketika semua orang sedang sibuk fokus ke meja akad, saya malah fokus mandangin langit berharap gerimis berhenti dan matahari muncul, saya bahkan sama sekali engga nafsu untuk curi-curi pandang ke meja akad. Sampai tiba-tiba saudara yang duduk di sebelah saya teriak, "Alhamdulillah, sudah sah!" 

Eh, apa? 

Sah? Sah! 

Hey! Apa? Aku sudah jadi istri orang!!

 Sabtu 13 Agustus 2016. Engga pernah nyangka bakal nikah sama orang ini. Orang yang secara random saya temui waktu mau mendaki Gunung Sumbing di tahun 2014. Ini juga salah satu alasan kenapa saya pingin nikah di Tahura, di tengah hutan. It reminds me of how we met at the very first time. Kalo kata slogannya Galatuping (Gerombolan Alay Tukang Kemping), "Alam lah yang mempersatukan kami," caelaaahh.. sedabhh..

  

Anyway.. alhamdulillah, selesai akad, hujan akhirnya berhenti dan matahari mulai muncul. Resepsi pun berjalan lancar. Pihak Tahura sebenarnya sudah offering jasa pawang hujan untuk acara saya, dimana saya sebenarnya juga kurang sreg dengan jasa semacam ini, tapi ternyata Ibu saya diam-diam udah bayar si pawang hujan ini. -__- ngomong-ngomong, ada yang penasaran ga sih dengan cara kerja pawang hujan itu gimana? Cek di sini. 

Anywayyy lagi, setelah ternyata akhirnya hujan tetap turun pihak Tahura menginformasikan ke saya bahwa ternyata ada pantangan yang dilanggar, yakni; membunyikan alat musik gong di tengah hutan! Yaelaah bro, bukannya ngobrol dulu kita. Ppfftt.. Apakah aku harus gebukin para pemain musik tradisional yang bawa gong itu? Konon kata salah satu saudara dari kampung saya di Pahae sana, bunyiin gong di tengah hutan itu salah satu cara buat manggil demit. *berikan lirikan spion* What is wrong with you people? 

Hujan, husband, and my manortor dancer

Well.. in the end, saya tetap bersyukur acaranya tetap berjalan lancar. Soal bonus hujan di akad, saya sih percayanya ya berkah aja. Semoga. So far terima kesan dan pesan dari tamu-tamu yang datang akad mereka sih malah bilang seru, meski hujan-hujanan, ada yang pulangnya sampe masuk angin segala haha.. Maafkan akuu.. dan setelah mengalami sendiri menggelar resepsi pernikahan itu gimana, here are my list of wedding trivia:

1. Ga nyangka ada teman atau saudara yang mau jauh-jauh dateng dari luar kota cuma buat hadir di nikahan saya. Ini self note banget buat saya sekaligus lesson learned. Dari dulu saya paling malas dateng ke acara nikahan. Pas saya sendiri yang nikah, saya baru ngeh bahwa ternyata kita akan hapal banget mana yang dateng mana yang engga, mana yang udah kita undang tapi ga nongol, atau bahkan sama sekali ga respon mau dateng apa engga. Bapak saya termasuk yang rajin banget dateng kalau diundang nikah, bahkan sampe bela-belain pergi sampe keluar kota. Oh.. ternyata begini. Seneng ya kalau kita ngundang terus dia beneran dateng. I feel so stupid yet so grateful surrounded by loyal friends and family. 

2. Kalau kamu ga bisa hadir ke undangan nikah, lalu memutuskan untuk mengunjungi si pengantin langsung ke rumahnya, lakukanlah setelah the wedding day. H minus satu dan dua rumah saya penuh dengan kolega bapak dan ibu saya yang ngumpul di rumah sekalian reuni karena mereka banyak yang ga bisa datang ke acara saya pas hari H. Ini sebenarnya bikin riweuh banget, bukan bermaksud nolak tamu, tapi alangkah baiknya kalau bertamunya nanti aja setelah hari H, setelah keriweuhan ini sudah berlalu. Lesson learned #2. 

3. Alangkah beruntungnya perempuan yang pasangannya mau pakai baju pink atau peach pas akad atau resepsi. Haha. Banyak banget kain cakep warna pink atau peach, tapi pasangan saya ogah pakai warna peach. Alhasil baju kami di akad ga match. Saya pakai baju peach dan dia pakai baju biru tua. Yang bikin kami kelihatan kaya pasangan pengantin cuma karena pakai ulos dengan motif yang sama. Haha. 

4. Referensi designer baju pengantin modern terfavorit saya; Norma Hauri dan Elie Saab, follow instagram mereka bikin pengen bikin baju pengantin lagi, deh! Hahaha.. 

 Terakhir, di postingan ini, I would like to thank everyone who attended my wedding. Also, i would like to express my gratitude, a deep appreciation to many families, friends, and a well wishers who still remember the day even tho they could not make it to the wedding, we're sending you a triple zillion thanks! Thank you, thank you and thank you! :) 

Next post: review venue Tahura, Hieros Photo, Spechelle Decoration dan Putri Ayu Catering, thanks for reading. :)

***