Wednesday, November 13, 2013

suatu waktu di prau


Apa tujuanmu naik gunung? Ke puncak?
Ya,
Lalu? Supaya bisa posting foto di path, instagram, facebook? Begitu?
Bukan, jawabku, sedikit kasar. Aku suka melihat matahari terbit -- atau terbenam. Di pantai, mungkin kamu bisa dengan mudahnya melihat matahari terbenam ataupun terbit, cukup berbekal bangun pagi buta, ataupun duduk santai sembari minum soda menunggu senja tiba. Tapi di gunung? Beda persoalan. Kamu harus mendaki dulu sekian jam, bersusah-susah, dan lalu – terpukau kemudian. Itu indah. Sudah cukup. Itu saja. Indah.
***

Wednesday, October 16, 2013

setelah amuk reda



Ibuku protes. "Sering-sering amat ke gunung," katanya. Dia masih tidak terima dengan alasan saya, "Supaya waras, Ma" menurutnya justru orang yang ke gunung itu adalah orang-orang waras yang menjadi tidak waras. Yang banyak orang tidak pahami, mungkin, ke gunung untuk saya adalah untuk membuat segala sesuatunya menjadi sederhana. Kepala saya ini, kadang isinya terlalu banyak kutu busuk.

Bau asap knalpot Damri yang khas serta bau keringat calo kepanasan bercampur garam filter menyambutku malam itu di terminal dua bandara Soekarno Hatta. Ada dua kota yang akan kusambangi minggu ini. Pertama, Medan, untuk urusan pekerjaan, lalu secepatnya kembali ke Jakarta dan berputar haluan ke Yogyakarta. Aku sudah punya janji dengan Merapi minggu ini. 


Friday, September 6, 2013

ancala

Orang Tibet percaya, semakin tinggi dataran tempat mereka berdoa, maka semakin besar pula kemungkinan doa mereka akan di dengar oleh yang kuasa. Bagi mereka mayapada adalah segala, partikel yang menghidupi buana, mereka menyebut Everest sebagai sumber jagat raya. Maka para Lamaisme banyak yang melakukan perjalanan demi sebuah ketenangan spritiual. Mereka menyusuri Himalaya, melewati Annapurna, singgah di Pokhara, lalu mengunjungi Awalokiteswara di Potalaka.

Aku sedang punya banyak permintaan. Maka dari setahun lalu, aku sudah merencanakan perjalanan di hari ulang tahunku. Aku akan berdoa dari tanah tertinggi di pulau Jawa. Aku pergi ke Bromo, lalu ke pulau Sempu dan berakhir dengan mendaki Semeru. Aku bahkan sudah merancang kerangka doa yang akan kulontarkan, kupikir, akan bagus sekali kalau nanti di atas sana aku bisa meneriakan doaku sekeras mungkin, atau mungkin dalam hati saja. Tapi entah kenapa, sesampainya di atas sana, bodohnya aku malah tidak ingat sama sekali permintaan-permintaanku yang banyak itu. Aku tidak berdoa. Seingatku, satu-satunya doa yang kupanjatkan adalah aku minta agar perjalanananku ini dilindungi dan aku tidak celaka karena agenda perjalananku cukup gila. Aku cuma punya waktu tiga hari untuk tiga tempat ini. Di bandara sesampaiku di Jakarta, aku baru teringat kemana perginya permintaanku yang banyak itu?

Jadi dengan merasa sangat goblok, aku merunut kembali cerita perjalanan ulangtahunku kemarin, kenapa aku bisa sampai lupa tujuan utama aku pergi kesana. Karena tertawa sepanjang jalan, menatap megahnya deret pegunungan, memandang ribuan bintang berwarna perak yang berserakan di pekatnya bumantara, samudera Indonesia dengan arusnya yang mengamuk perkasa, birunya lanskap hingga ke titik terjauh yang kupandang dari seberang, dibuatkan sereal jahe oleh orang yang baru saja aku kenal di dinginnya suhu pintu semeru yang menusuk tulang, letih karena otot kaki terasa menegang sepanjang pendakian, lalu melihat semburat sinar matahari terbit yang memecah gagah semua spektrum warna di cakrawala. Alasannya ternyata singkat saja. Bahagia. Dan ketika kita bahagia, entah kenapa semua terasa cukup, semua terasa genap. Tiba-tiba saja aku tidak ingin apa-apa.  Untuk yang Maha Mulia, terima kasih sudah meminjamkan sepasang kaki yang sempurna. 


...

Monday, August 12, 2013

Friday, July 12, 2013

bad thought(s)

-- And when that person has ugly thoughts every day, every week, every year, the face gets uglier and uglier until it gets so ugly you can hardly bear to look at it. - Roald Dahl

How many bad thoughts do you have to string together to end up having a bad day? Aku sering. Rasanya aku memang punya masalah dengan pikiran buruk. Ralat. Bukan masalah, malah. Yang benar, aku berteman akrab dengannya. Berarti bisa dibilang, aku tidak pernah punya masalah dengannya. Pikiran buruk adalah pelindungku. Seorang teman yang selalu jujur, menamparku keras, menendangku kencang, sampai aku megap-megap sesak napas. Tapi aku suka -- setidaknya dia tidak pernah berbohong. Eh, tapi sebenarnya seringnya malah dia berbohong sih, karena yang terjadi pada kenyataannya seringnya sih tidak seburuk yang dia gambarkan. Tapi aku tetap suka, setidaknya dia tidak pernah menawarkan racun berlumur gula.

Suatu ketika aku sedang berpetualang dengan seorang teman. Di atas sebuah air terjun yang cukup tinggi dia menantangku untuk terjun bebas. "Berani?" katanya dengan mata mengilat. Kubilang, "Sudah gila ya? Apa kau tahu di bawah sana ada apa saja? Berapa kedalaman airnya? Semua tertutup air. Bagaimana ketika kau terjun, batu keras sudah menunggumu? Hancurlah kepalamu. Bisa jadi di bawah sana ada buaya yang sedang tertidur, lalu ketika kau jatuh bebas, terbangunlah ia. Dan segara ini akan segera berubah jadi merah. Oleh darahmu. Tahu kau?" Seperti biasa dia akan menatapku dengan tatapan aneh. Pada akhirnya temanku terjun bebas. Dan dia baik-baik saja. Tidak ada batu keras, tidak ada buaya.    

Atau -- ketika aku diputuskan oleh pacarku. Saat itu yang langsung terpikirkan olehku adalah sebuah skenario tentang hidup seorang diri sampai umur 63. Kenapa 63? Entahlah, aku tidak suka angka 70. Lalu kepalaku langsung menampilkan berbagai macam varian anjing atau kucing yang lucu. Mungkin aku akan membeli husky, atau retriever. Lalu hidup bahagia bersamanya sampai aku tua, sakit-sakitan dan menyebalkan. Ya, begitu saja.

Rasanya aku lebih nyaman berpikir tentang hal-hal terburuk yang akan menimpaku. Karena kupikir harapan itu mematikan. Aku sudah kapok. Setiap aku membayangkan yang indah-indah, kupikir Tuhan akan menertawakanku. "Haha maunyee.." mungkin begitu komentarnya. Tapi malam ini kupikir-pikir lagi sebelum aku pergi tidur. Kau tahu? Situasi dimana kau terlalu sering dituduh yang bukan-bukan, sampai akhirnya kau mencapai klimaks kekesalan dan akhirnya dengan sengaja malah melakukan yang dituduhkan?

Nah, aku sedang takut Tuhan mulai mencapai klimaksnya.  
 

...

Saturday, June 15, 2013

hey june

Haloo pembaca (macam banyak yang baca), it's been quite a while since i wrote my last post. Lots of thing happened in a month, i got a new job, i am now wearing an earring haha, still couldn't find a proper boyfriend haha lagi deh, breaking up with apple and bought myself an android smart phone, which i kinda regret it, ya udah lah ya. Daan.. bisa berlibur satu minggu di Bandung. Sebenarnya sayang sih, ada waktu satu minggu sebelum mulai kerja di tempat baru tapi cuma diem di Bandung. Rencana hanya jadi wacana, rupanya. Mulai dari daki Slamet, Semeru, sampai berniat ke Pulau Kangean, akhirnya mentok juga. Hiks. Well, next time perhaps..

The new job. 
After dealing with filthy politicians :-P i am now working at some non profit organization whose areas of focus include education, poverty reduction, healthcare and disaster relief in Sumatera area. My boss is one super smart woman, i can tell from the beginning. I hope i could learn a lot from her. My super boss is a Singaporean, i got to prep my ear as they often talk in a singlish accent. Actually i still can't believe they hired me. I have no experience working at NGO. But i do hope i could learn fast and maximize my potential and ability. Its been a week since i work there, i haven't had the chance to visit the remote area we currently working on, but soon ill pay a visit.

A week in Bandung. 
I gained 3 kilos. Hahaha. Found two new favorite culinary spots in Bandung. A week in Bandung is such a foodgasm experience. The first one called Harukaze, located in Jl. Cimanuk 12 A, it's a Japanese restaurant. They served super delicio ramen and tasty low calorie cream cheese cake, but not so much on the sushi though. They said they have the best curry in town, but curry is not my cup of tea. Oh, green tea frappe nya juga enak sekali. Restoran kedua termasuk salah satu yang sedang ngeheeittss di Bandung. Namanya Sugarush. Menu andalan mereka sebenarnya cake, macaroons, it's all about sugar. Karena aku tidak terlalu suka yang manis-manis -kecuali kamu Ryan Gosling- maka aku skip kue-kuenya and.... pick wagyu tenderloin instead. Tebak? Harganya cuma IDR 75.000! Haha. Senangnya. Rasanya mirip lah sama Holycow, tapi mashed potatonya enakkk sekali. Sayurnya juga lebih bervariasi daripada steak holycow. 

Life, recently. 
Is weird. Kalau di kantor dulu aku bisa masuk jam 10 -asal kerjaan kelar- and spent my work hour with youtube and movie streaming :-P   di yang sekarang... hmm.. they have like an extremely slow internet connection. But that won't be a problem after all, karena di kantor baru ternyata pekerjaannya banyak sekali hahaha. Masuk harus tepat jam delapan pagi teng juga ternyata cukup jadi masalah. I am totally not a morning person since i moved to Jakarta. Bangun pagi sih masih bisa dengan bantuan alarm dan weker yang super kencang, tapi kenyataannya adalah, my brain is not working very well in the morning. Hahaha. Well, i am still working on that now. Wish me luck. 

And seriously. I wanna go to the beach..
Thats it.

 



Tuesday, April 30, 2013

how was your weekend? pt three



Sebagai bujing (tante dalam bahasa batak) yang baik, harus sering-sering mengajak keponakan jalan-jalan supaya jika kelak mereka besar, gampang disuruh-suruh. (Petuah) 

...


Monday, April 22, 2013

funny that way

"Normal is getting dressed in clothes that you buy for work and driving through traffic in a car that you are still paying for -- in order to get the job you need to pay for the clothes and the car. And the house you leave vacant all day so you can afford to live in it," Ellen Goodman, Journalist  




...

Sunday, April 21, 2013

oh this is so stupid

I think i just had the worst interview ever. Like seriously. I don't know what went wrong. The guy that interviewed me was the senior lecturer from University of Indonesia. I googled him a night  before the interview and i am feeling kinda nervous. He was actually very nice and kind. But i got this stupid butterfly that wanna go berserk in my stomach, not in a good way of course. I remember the last time i had this stupid butterfly was two years ago when i am about to facing my thesis examiner. It feels like shit. I feel like shit. 

So there he was, sitting politely in front of me, throwing a lot of question and i don't know why i can't think of anything and answer those damn easy questions. I suddenly ran out of vocabulary. I don't even know how to say "Perusahaan ini berdiri sejak.." in english. What? What the fuck is wrong with me? Well, i do realize it's been a while since i write in English, or even have a proper and polite long conversation in English. Man, i feel stupid. It was a very good opportunity, a very interesting challenging job, and i know that i could learn a lot of things in that company. Now. I blew it off. 

Great job, Galuh. Great job.

...

naik commuter line

Hari ini untuk pertama kalinya naik alat transportasi yang sering digunjingkan di twitter. Hihi. Yups, namanya commuter line. Rencananya saya akan mengunjungi teman saya Sofia di Serpong yang baru melahirkan. Naik dari stasiun Tanah Abang yang ternyata 'bronx' sekali. Kayanya saya ga perlu jauh-jauh ke Arab, cukup disuruh tawaf di Tanah Abang, rasanya beneran kepingin tobat. Sabtu siang, ternyata Tanah Abang macet total. Sempat nyasar karena sama sekali tidak ada petunjuk ke arah stasiun dan akhirnya nanya sama abang-abang yang jadi pak ogah di pertigaan. Pas ditanya, dia malah diam saja, memandangi muka saya dengan seksama lalu meracau. Setelah beberapa saat, saya baru sadar kalau doi giting. Alamak. Siang-siang udah teler.. Bedebah.

Akhirnya berhasil sampai ke stasiun. Sibuk cari jadwal comline yang berangkat ke arah Serpong, tertulis pukul 16.15 alamak bagian kedua. Buset, lama amat nunggunya. Eh ternyata pas nanya ke penjual tiket, ada yang berangkat saat itu juga. Aduh kacau deh. Ga kebayang kalau turis asing yang mau naik commuter line, pasti bingung setengah mati. Informasinya tidak jelas, banyak preman, kotor pula. Tiketnya tidak terlalu mahal, untuk jurusan Serpong dibanderol Rp. 8.000,- pakai AC pula. Adem. Akhirnya berangkatlah saya menuju Serpong. Berdiri dekat pintu karena tidak kebagian tempat duduk. Sampai dua stasiun berikutnya banyak penumpang turun dan saya dapat duduk.

Di setengah perjalanan, menelpon teman saya Sofia supaya dia bersiap jemput saya di stasiun Serpong. Tapi dia malah menyuruh saya turun di stasiun Rawa Buntu karena ternyata lebih dekat dari rumahnya. Eh tapi.. ternyata saya malah turun di staisun Serpong. Mengomelah dia karena ternyata ke stasiun Serpong itu jauh sekali.. dan macet. Tapi akhirnya mau juga dia jemput saya. Hihi. Anaknya lucu sekali, namanya Malika. Makan gudeg, lalu makan pizza, lalu bergosip sampai sakit perut, akhirnya selepas magrib saya diantar lagi ke stasiun Rawa Buntu. Tidak menunggu lama, cuma 15 menit, comline datang dan saya kembali ke tanah menyeramkan. Tanah Abang. Hahaa. Seru juga naik comline. 

Dari Tanah Abang ke Serpong cuma memakan waktu kira-kira 30 menit. Daripada macet-macet naik mobil ternyata lebih enak naik comline. Asal jangan weekday sih, karena ternyata kalau weekday penuhnya minta ampun. Terima kasih PT. KAI untuk comlinenya yang nyaman dan meski ga secepat naik MRT, lumayan lah, kurang diteken aja itu pedal gasnya sama Pak Masinis. :)