Wednesday, January 8, 2014

senang di burangrang

"It seems to me that this world has a serious shortage of both logic and kindness." - Murakami  (IQ84) 
Ini kali pertama aku menginjakan kakiku di gunung yang jaraknya hanya satu jam dari Kota Bandung. Aneh. Padahal ini adalah kampungku yang sebenar-benarnya. Gunung ini bahkan tidak pernah menjadi salah satu target pendakianku --  sampai aku bertemu orang ini. Orang aneh yang selalu mengaku tidak punya apa-apa, nyatanya dia selalu punya banyak cerita. Kepalanya sungguh kaya. 

Aku menghabiskan waktu hampir tiga hari dua malam di tempat ini. Waktu yang cukup lama untuk sebuah gunung dengan ketinggian 2.057 mdpl, padahal aku pun tidak mencapai puncaknya. Anehnya, aku tidak merasa bosan. Aku senang disini. Bertemu sepasang suami istri yang sungguh baik hatinya. Tipikal manusia yang rela memberikan tempat tidurnya untuk tamunya. Bayangkan, tempat tidurnya! Bukan saja dia memasak yang enak-enak, dia juga rela, bahwa aku -- orang yang baru saja dia kenal -- tidur di ranjangnya. Dan lalu, dia sendiri tidur di luar, padahal dia sedang batuk parah. Dan kau tahu kan, angin macam apa yang akan menyapamu di gunung ketika malam hari? 

Di tempat ini, bulan lalu bencana baru saja bertamu. Longsor yang dahsyat disertai banjir bandang yang membawa hanyut banyak harta benda mereka. Ketika aku melihat bekas longsorannya, aku bergidik. Pohon-pohon serta batu-batu besar luluh lantah terbawa air menerjang rumah-rumah mereka. Anehnya lagi, tak kutemui pula kemurungan disini. Semua terlihat biasa-biasa saja, makan dengan lahap, tidur dengan  nyenyak. Rupa manusia yang merasa tidak punya apa-apa -- dan lalu tidak pernah merasa kehilangan apa-apa. Betapa ringan hatinya. Dan sepulangnya dari sana aku tiba-tiba berpikir, "Sejak kapan aku berubah menjadi begitu transaksional, sejak kapan kita berubah menjadi begitu transaksional?"

...