Thursday, June 28, 2012

konspirasi?


Semenanjung Balkan kebakaran, rakyatnya kelaparan. Rapat paripurna digelar.  Zeus menatap dengan wajah perus, Tartarus membisu, Ares bungkam, Erebus tak mau disalahkan, Iblis datang dengan tampang kebingungan, Hestia senyap terjangkit dementia, padahal kotak pandora belum juga dibuka. Dalam kefrustasian, akhirnya Athena angkat bicara. "Panggil Pseudo Apollodorus, suruh segera tulis ulang kitab Bibliotheca, untuk kali ini sampai selamanya, biarlah iblis yang menjadi terdakwa."

...

catatan random nomor dua puluh delapan

Lelucon yang tak lucu membuat kita bertemu. Pada suatu waktu di penghujung tahun, mungkin hari rabu atau hari minggu. Kamu terkekeh di ujung sana dengan gurau parau yang kau kirimkan melalui udara. Kering, tapi tokh gundah mau juga mengelana. Musim berlalu lalu kau mulai merayu. Yang kau tak pernah tahu, rayuanmu adalah pelajaran pertamaku.  

Garis isoglosmu terpahat tajam di keseluruhan lingkarmu.Titik jarumnya tepat berada di tengah antara hidung dan kedua matamu, berputar lalu berpendar. "Aku ini bajingan," pekik punggung belakangmu keras dalam vokal yang radikal. Aku tertawa. Lingkaran pinsilmu terlalu rumit untuk dibuat bersimetri, meski tambat kerap menyergap seraya menggenapkan gravitasi.   

Kita menanam kelakar dalam peta jaring laba-laba besar yang keloknya berakar. Menguji berani untuk menyusuri tanpa berbekal sistem navigasi. Kompas andalan adalah rasa yang kita gunakan bersama; kamu, saya, dan begitu banyak dia yang menyimpan tanda seru dan tanda tanya. Kamu dan saya terlalu gegap untuk disumpal dalam satu definisi, kita selalu terafiliasi dalam banyak interpretasi.

Satu titik tak pernah cukup buatmu, kau butuh banyak sekali konjungsi dan preposisi. Ceritamu terekam dalam ribuan alinea yang berenik-renik ketika kita bertukar kepala, menstimuli distorsi yang mencalar segala panca indera. Dalam diametral kita bicara dalam mata angin yang berbeda. Kau percaya, yang ada tak selalu kasat mata, sayangnya aku tidak. Baris-barismu penuh dengan cerita romansa, sayangnya aku tidak. Kau reaktif dengan struktur yang terukur dalam observasi, aku tidak. Kau kecewa dengan sesuatu yang melembaga dan penuh dogma, aku tidak juga. Kita tidak pernah berada dalam satu  kalimat dengan titik yang sama, akhirnya berdua kita menggantung harap pada koma yang memberi jeda. 

Kepalamu adalah satu perpustakaan gelap dan akulah pembacamu yang lahap.

...