Friday, September 6, 2013

ancala

Orang Tibet percaya, semakin tinggi dataran tempat mereka berdoa, maka semakin besar pula kemungkinan doa mereka akan di dengar oleh yang kuasa. Bagi mereka mayapada adalah segala, partikel yang menghidupi buana, mereka menyebut Everest sebagai sumber jagat raya. Maka para Lamaisme banyak yang melakukan perjalanan demi sebuah ketenangan spritiual. Mereka menyusuri Himalaya, melewati Annapurna, singgah di Pokhara, lalu mengunjungi Awalokiteswara di Potalaka.

Aku sedang punya banyak permintaan. Maka dari setahun lalu, aku sudah merencanakan perjalanan di hari ulang tahunku. Aku akan berdoa dari tanah tertinggi di pulau Jawa. Aku pergi ke Bromo, lalu ke pulau Sempu dan berakhir dengan mendaki Semeru. Aku bahkan sudah merancang kerangka doa yang akan kulontarkan, kupikir, akan bagus sekali kalau nanti di atas sana aku bisa meneriakan doaku sekeras mungkin, atau mungkin dalam hati saja. Tapi entah kenapa, sesampainya di atas sana, bodohnya aku malah tidak ingat sama sekali permintaan-permintaanku yang banyak itu. Aku tidak berdoa. Seingatku, satu-satunya doa yang kupanjatkan adalah aku minta agar perjalanananku ini dilindungi dan aku tidak celaka karena agenda perjalananku cukup gila. Aku cuma punya waktu tiga hari untuk tiga tempat ini. Di bandara sesampaiku di Jakarta, aku baru teringat kemana perginya permintaanku yang banyak itu?

Jadi dengan merasa sangat goblok, aku merunut kembali cerita perjalanan ulangtahunku kemarin, kenapa aku bisa sampai lupa tujuan utama aku pergi kesana. Karena tertawa sepanjang jalan, menatap megahnya deret pegunungan, memandang ribuan bintang berwarna perak yang berserakan di pekatnya bumantara, samudera Indonesia dengan arusnya yang mengamuk perkasa, birunya lanskap hingga ke titik terjauh yang kupandang dari seberang, dibuatkan sereal jahe oleh orang yang baru saja aku kenal di dinginnya suhu pintu semeru yang menusuk tulang, letih karena otot kaki terasa menegang sepanjang pendakian, lalu melihat semburat sinar matahari terbit yang memecah gagah semua spektrum warna di cakrawala. Alasannya ternyata singkat saja. Bahagia. Dan ketika kita bahagia, entah kenapa semua terasa cukup, semua terasa genap. Tiba-tiba saja aku tidak ingin apa-apa.  Untuk yang Maha Mulia, terima kasih sudah meminjamkan sepasang kaki yang sempurna. 


...