Tuesday, June 28, 2011

I CAN'T SLEEP AT NIGHT

and its all because of this gorgeous, beautiful, wonderful, precious, yeah you name it! - vegetable tanning leather camera bag by Japanese craftsmen from Porco Rosso.

Image and video hosting by TinyPicImage and video hosting by TinyPic
Image and video hosting by TinyPic
Image and video hosting by TinyPic

The good news is : I know someone who lives in Japan that could buy this bag and bring it to Indonesia for me. On the other hand, the bad news is : I CANT AFFORD IT. They sell it so overprice (for me) its 42.000 yen or around IDR 4.500.000,- DAMMIT!

Its actually quite worthy. All Porco Rosso products based on a concept "Things pass on to my children 20 years later" and "High quality products that give continued satisfaction". They have a guarantee that their product will last at least 20 years from now, so its actually really worth the money, its more like an investment.

Unfortunatelly, now is not the time for me to invest on something like bag. Not yet.
Well let's just say that Lowe Pro is enough for me right now. -__-

...

Wednesday, June 22, 2011

Eros & Agape

Aku tidak tahu apa yang orang maksud dengan cinta".
Begitu pengakuan Leo Tolstoy dalam buku hariannya.

Dengan semua kejeniusannya dalam menyimpulkan wacana tentang moral, Tolstoy masih belum mampu membedakan antara cinta, asmara dan gairah birahi. Tentu saja mereka tidak datang dalam satu paket.

Cinta adalah salah satu kata di dalam kumpulan kosakata yang bekerja melampaui batas. Kata itu bekerja mati-matian hampir di semua bidang aktivitas manusia. Tidak hanya antara dua jenis kelamin, tapi juga mengekspresikan emosi diantara anggota-anggota keluarga, teman, tetangga, musuh, Tuhan, hingga kepada segala sesuatu yang baik dan indah. Kata cinta digunakan dalam bidang psikologi, filsafat, agama, etika pendidikan dan semua bidang sosial. Kata 'cinta' demikian hebat, dan karena itu ia setara dengan tugas-tugasnya yang sedemikian banyak. Namun waktu telah menentukan dan cinta telah menunjukan semua tanda kelelahan, karena ia selalu dijadikan subjek.

Subjek ini telah menjadi misteri dan fakta bahwa semua orang pernah mengalaminya tidak membuat cinta lebih mudah untuk dipahami.

Berapa banyak pasangan menikah yang ketika ditanya, "Kenapa kamu mau menikahinya?", menjawab, "Karena aku mencintai dia." Titik. Begitu saja.

Jenis cinta yang melandasi mayoritas pernikahan manusia modern saat ini kebanyakan adalah karena 'cinta'. Walaupun sebenarnya Albert Camus menerjemahkan bentuk cinta seperti itu adalah bagian kecil dari suatu demam ringan yang dianggap nikmat untuk diderita. Orang Anglo-Saxon menyebutnya 'Romantika' (romance), kata yang berasal dari budaya Roman di Perancis Selatan.

Kisah cinta Tristan dan Isolde cukup menggambarkan kekuatan 'cinta' semacam ini. Tristan bagi Isolde adalah "yang paling kuat". Isolde bagi Tristan adalah "yang paling cantik dan bersinar". Dari penggambaran ini kita bisa melihat bahwa, Tristan tidak mencintai Isolde yang nyata dan juga sebaliknya. Keduanya hanya mencintai cinta yang mereka rasakan sendiri, direka, diciptakan, rasa sakit yang timbul dari perasaan yang bergelora di dalam hati, dan segala rekayasa visualisasi itu hanya digunakan untuk tetap menjaga agar gairah tetap menyala.

Akankah lebih nyata mengatakan, "Wajahmu biasa saja, tapi entah kenapa aku menyukainya." ?

Manusia modern saat ini tidak dapat dapat memikirkan alasan lain untuk menikah, kecuali demi 'cinta'. Sedetikpun tidak pernah terlintas di pikirannya bahwa seseorang seharusnya dapat menikah karena selusin alasan yang berbeda, beranekaragam tapi saling melengkapi dan cinta hanya salah satu diantaranya.

Kesehatan, status sosial, tingkat pendidikan, kesesuaian temperamen, latar belakang, usia, cara membesarkan anak, harapan untuk masa depan, keluarga, karier, agama serta penyatuan intelektual dan spiritual telah menjadi pertimbangan yang sekunder, karena penggerak utamanya adalah 'cinta'.

"Jika mereka saling mencintai, jika mereka memiliki 'cinta' semacam itu biarkan mereka menikah". Dengan cinta ia memiliki segala hak dan dengan cinta cinta ia dapat melakukan segala-galanya. Berhadap-hadapan secara langsung dengan antusiasme semacam itu, alasan-alasan yang masuk akal, sudah tidak lagi berarti."

Pernikahan yang didasari akal sehat, pernikahan konvensional sudah ketinggalan jaman. Kita bebas, dan itu berarti kita dapat menikah dengan perempuan atau laki-laki yang kita cintai, hanya karena 'cinta' itu sendiri. Apapun yang akan terjadi kelak. Jika cinta memang ada disana, ia akan menaklukan semua rintangan, bahkan ia akan menjadi lebih kuat karena halangan dan rintangan itu, ia akan semakin kokoh ketika diserang oleh aturan-aturan sosial - yang dari sudut pandang cinta dianggap sebagai sesuatu yang bodoh dan otoriter.

Tapi persis di titik inilah kita dapat melihat kelemahan dari kekuatan cinta.

Bahkan jika kita benar-benar memercayai semua novel, lagu-lagu, sinetron, film, majalah hingga obrolan antar teman di kala arisan, bahwa cinta sejati dapat dan harus menaklukan tantangan dan rintangan yang dihadapinya, kita tetap harus mengakui bahwa ada sebuah kekuatan yang lebih menentukan, di atas segalanya, yaitu : waktu.

"Cinta gairah" (cinta yang memabukan, tidak nyata dan cenderung membuat menderita) tumbuh dari Eros. Sedangkan cinta tindakan lahir dari Agape. Seiring berjalannya waktu, dapat terlihat semua elemen cinta gairah (Eros) cenderung merusak pernikahan atau setidaknya meluruhkan pernikahan jika pasangan itu memilih untuk bertahan.

Dari semua alasan untuk menikah yang telah diuraikan di atas, ternyata justru kebanyakan dari kita memutuskan menikah karena faktor 'cinta', satu faktor yang paling tidak stabil, sangat dinamis dan bersifat sementara, dan Eros menguasai hampir 3/4 kata cinta. Selebihnya adalah : bagaimana nanti saja.

...

Inspired after reading A Psychology of Love.

Ditulis ketika seharusnya saya mengetik suatu artikel ilmiah, yang tentu saja bukan tentang cinta.

Sungguh PRETTT.

Monday, June 20, 2011

Banyak Anak Banyak Rejeki (Yeah Right!)

Kemarin hari minggu, saat saya hendak berangkat Jakarta naik mobil, kebetulan sedang ada car free day sehingga kami harus memutar jalan melewati jalan Merdeka. Kebetulan pula saya yang menyetir karena satu-satunya orang yang diharapkan untuk menyetir ternyata tumbang kena flu berat, alhasil dia hanya bisa tertidur dan jok belakang dan saya yang berada di balik kemudi.

Terkena lampu merah di perempatan jalan merdeka, ada satu hal yang menarik perhatian saya. Anak kecil penjual ulekan, orang sunda biasa menyebutnya coet.

Bukan sekali dua kali saya melihat mereka. Bahkan pernah saya sekali jatuh hati dan akhirnya membeli ulekan dengan harga di atas harga pasaran tentunya. Kalau tidak salah sekitar Rp. 35.000,- kalau kamu pernah berjalan-jalan di kota Bandung (sekitar area Merdeka) tentu pernah melihat mereka. Anak kecil kurus, hitam dan berjalan tertatih-tatih membawa 3 tumpuk ulekan di bahu kanan dan kiri.

Yang seru, pagi itu saat saya melihat mereka saat mereka sedang bersiap-siap untuk berjualan. Lebih seru lagi, ibu bapak mereka ada pula disana, mengacak-ngacak rambut mereka, lalu mengganti baju mereka dengan baju lusuh. Bukan untuk menggeneralisir agama tertentu ya, tapi ibu-ibu mereka memakai jilbab. Anak-anak kecil itu dengan polosnya menurut saja 'didandani' oleh ibu bapak mereka. Alangkah lucunya?

Entah rasanya saya ingin tertawa atau miris. Tertawa karena saya pernah 'tertipu' oleh penampilan dan wajah memelas mereka sekaligus miris karena membayangkan, "Bo.. kok ibunya gila ya?"

Sadis ga sih saya kalau saya bilang, "Orang miskin dilarang beranak."
Sadis ya?
Tapi kok rasanya dunia akan menjadi lebih baik tanpa anak-anak kecil yang dipaksa mencari uang karena persoalan kemiskinan. Jujur saja, saya (yang notabene sangat menyukai anak kecil) pernah lho sekali berpikir, "Nanti kalau sudah menikah mau punya anak ga yah? Takut ga punya uang untuk membiayai mereka masuk sekolah yang bagus. Takut tidak bisa membahagiakan mereka dengan harta. Walaupun ya saya tahu kok, bukan cuma persoalan harta, tapi terus terang harta itu penting lho."

Orang yang pertama kali menciptakan istilah "banyak anak banyak rejeki" itu tentunya sangat tolol sekaligus kaya raya. Saya tidak pernah mengerti apa hubungan antara jumlah nominal anak dengan jumlah nominal rejeki. Walaupun saya percaya istilah "anak membawa rejekinya sendiri". Ya tentu, lalu kalau rejekinya kecil? Apa yang harus saya lakukan, misal saya sebagai ibunya? Apa harus saya bikin anak lagi, mungkin saja anak yang lain rejekinya ternyata banyak, lalu bisa saya share dengan kakaknya yang rejekinya kecil. How pathetic..

Kalau saja saya Tuhan, sudah pasti saya bikin mandul orang-orang miskin jahat yang menyuruh anak-anak mereka memanggul ulekan.

Goblog. Pisan.

...

Wednesday, June 15, 2011

Ironic

this is weird.
we ignore those who adore us...

adore those who ignore us...
hurt those who love us...
and love those who hurt us...

AIN'T LIFE IS A BITCH?

NO.

we are all heartless bitches of our own.

Saturday, June 11, 2011

Desperate Postgrad Student

Ahem. This recording feat on D90 is really addicting.
Making some more of it. Haha!



So this is what happened after you read too much Marxis books and Habermas paper.
We're totally drained out.

Need a brain upgrader.

Godspeed!

Friday, June 10, 2011

Toko Roti Gempol (Sejak 1958)



My most favorite spot! Toko Roti Gempol. The oldest bakery in town.
Things i like about Gempol, its cheap (HA!), DELICIOUS, and not so many 'ABG' around, well i hate their loud laugh as if they own the place, mostly people who come to this place are elderly people. Its quiet and i can have a cup of coffee while eating they most delicious toasted oat bread. Yummy yummy yummy! They also served noodle, siomay and yoghurt. I got bored capturing with camera, so i try this recording feature on Nikon D90 instead. Hihi.. Enjoy :)

Thursday, June 9, 2011

Midori

So today i ate lunch at Midori. Its a Japanese Restaurant, located umm okay forgot on that one, but its near Jalan Gempol. This was my first time, actually, and i gotta say that im seriously satisfied. Definitely would loveee to come back! :D

Image and video hosting by TinyPic
Image and video hosting by TinyPic

Sorry for the extremely poor quality photo. I brought my camera but the stupid thing's i didn't put any SD card inside. Not so funny HAHA.. *yawn* These all taken with my blackberry.

Midori is the original Japanese restaurant, cooking methods, materials / ingredients, cooking, its all authentic Japanese. I ordered the cold noodle, which is incredibly weird for me at first, just keep on starring at it and trying not to loose my apetite but its turns out pretty good. :D

Image and video hosting by TinyPic

They put an ice on top of the noodle and also a carrot fried with flour. Yikes. I thought it was chicken dumbass. It also served with half-cooked quail eggs, since im not a fan of everything that 'half cooked', didn't eat that. No, thanks!

Image and video hosting by TinyPic
Where we got seated. Typical of Japanese resto, but as long as they provide the 'smoking area' sign, certainly enjoyed my seat.
...