Tiga hari penuh meliput lawatan budaya bersama ibu-ibu pasukan sasak tinggi di Kuala Lumpur.
Well.. i never liked Malaysia. Tuh kan, seperti biasa, defensif. Hihi. But it's true. Ini kedua kalinya saya menginjakan kaki disana. Sebelumnya kalau tidak salah tujuh tahun lalu, hampir dua minggu saya bermukim di Bukit Jalil untuk urusan main hockey. Tak pernah betah! But anyway, Malaysia punya banyak sekali lapangan hockey yang bagus dan tersebar dimana-mana. Saya iri sekali. Olahraga hockey itu seperti bulutangkis atau sepakbola di Indonesia. Saya sempat juga bertanding di stadium hockey nasional mereka yang luar biasa megah, tentu saja hasilnya kami kalah, kalau tidak salah 12-0. Hahaha. Nggak lucu, sih.
Good thing that i'm traveling while doing my duty, saya ga perlu repot-repot urus hotel, cari makan, baca peta, atau menyusun itinerary dan menyamakan suara semua peserta. Tentunya saya ga bisa bebas exploring semau saya karena jadwalnya sudah ditentukan pihak panitia, tapi saya bisa focus on observing this place dan foto-foto tentunya. :)
First thing that catch my brain: bagaimana orang Malaysia begitu mencintai negaranya. Bahkan di area permukiman kumuh masih tertulis jelas di tembok rumah mereka. "Keranamu Malaysia". Ini saya pikir menarik. Membandingkan taraf kecintaan kita yang cuma naik setingkat ketika merasa hak milik kita dirampas, katakanlah wayang atau batik, baru deh ribut di media atau jejaring sosial. Nasionalisme kita rasa-rasanya hanya sebatas ketika final pertandingan bola. Selain Soekarno, saya rasa belum ada lagi presiden yang berhasil membuat rakyatnya mau repot-repot memajang foto dia di ruang tamu rumahnya dengan sukarela. I don't know who to blame.
Kedua, lawatan ini terselenggara atas undangan menteri komunikasi dan kebudayaan Malaysia. Saya bisa melihat perbedaan yang sangat kentara antara pemimpin rombongan kami, istri Jero Wacik dan istri menteri penerangan Malaysia, Datin Seri Masanah. Datin terlihat sangat humble, dia bahkan menghampiri meja saya hanya untuk menyapa dan menanyakan apakah makanannya enak? Sementara para katakanlah 'pejabat' Indonesia terlihat kaku dan menjaga jarak ditemani ajudan berseragam. Again, I really don't know who to blame.
a male dancer. with an eyeliner. do you know that's not sexy, at all? |
this is keris they said, its from Malaysia they said.. |
Everyday is sushi day! Saya tidak suka masakan Malaysia. Seperti ada satu bumbu rempah-rempah atau apalah yang selalu mereka masukan ke dalam masakan mereka dan membuat rasanya jadi aneh. Khas Malaysia banget. This is one of my lame habit, lidah dan perut saya sulit diajak kompromi setiap ke luar negeri. Alhasil, satu-satunya yang masih bisa masuk perut saya ya, masakan Jepang. Untungnya masakan jepang selalu tersedia di setiap resto yang kami datangi. Thanks for saving me, sashimi!
Kuala Lumpur sekarang sangat macet, kata pemandu kami. Oh, it's nothing, i said. (..compare to Jakarta, tambah saya dalam hati) |
Foto ini diambil di Muzeum Kesenian Islam Malaysia. Saya membayangkan kalau Al-Quran bisa diterjemahkan ke dalam komik, mungkin saya dulu bakal lebih semangat belajar mengaji. Bukankah yang penting isinya bisa lebih mudah dipahami?
All in all, traveling kali ini cukup menyenangkan, walaupun terus terang saya merasa dibully secara halus. Sepulang dari sana, saya jadi sering memikirkan konsep nasionalisme yang salah, apakah cukup hanya dengan sistem kebangsaan atau harus digenapi dengan sistem kenegaraan yang strict? Apakah memang benar bangsa kita ini nasionalis? Atau sekadar tidak mau kalah dan egois?
“Karena kau lahir, tumbuh, hidup dan bekerja di sini –tanah airmu, kau juga makan dan minum dari tanah negerimu, dan kelak kau pun mungkin akan mati terbaring di tanah ini –tanah tumpah darahmu, maka itu sudah lebih dari cukup sebagai alasan untuk mencintai negerimu..” - Pramoedya Ananta Toer seperti ditulis oleh Pandasurya.
...
Alat untuk menulis Al-quran jaman dahulu. Dahulu kapan? Entahlah saya lupa. |
dan ini.. aku! Haha.. finally i got myself caught on camera. Taken by Erin, thank you! |
“Karena kau lahir, tumbuh, hidup dan bekerja di sini –tanah airmu, kau juga makan dan minum dari tanah negerimu, dan kelak kau pun mungkin akan mati terbaring di tanah ini –tanah tumpah darahmu, maka itu sudah lebih dari cukup sebagai alasan untuk mencintai negerimu..” - Pramoedya Ananta Toer seperti ditulis oleh Pandasurya.
...
wah blognya baguss, kereen foto2nya, tulisannya juga. saluut!
ReplyDeletemakasih udah mampir dan komen di blog:)
salam,
wew. terima kasih mas pandasurya. hehe
ReplyDelete