Benarkah banjir adalah musibah? Bertanyalah pada anak-anak kecil dengan rambut memerah yang seketika bermunculan di ruas jalan bilangan Sudirman yang tergenang. Akses jalanan yang tertutup adalah surga bagi mereka yang tak pernah merasakan tanah lapang. Untuk bermain bola, bercanda tawa, berlari-larian, atau mungkin kesempatan melempar senyuman pada orang tak dikenal untuk sekadar membantu menguatkan, meringankan. Banjir lagi, banjir. Para korporat menggerutut. Cemberut. Para pengusaha besar semaput. Tapi lihatlah mereka yang tertawa di derasnya air hujan. Mungkin, ya mungkin, ada sebuah kebutuhan yang tak pernah bisa tersalurkan. Katakanlah, sebuah ruang publik yang tak pernah ada. Sebuah kebutuhan akan sesuatu yang pernah dinamakan 'milik bersama'. Di atas sana, di bangunan berlantai dua, tiga, empat, lima, para pendosa berharap, berdoa, agar air lekas surut. Tapi disini, di bawah sini, mulut-mulut kecil juga turut berdoa. Banjirlah Jakarta. Tebak siapa yang dikabulkan doanya?
Ciri-ciri kota yang sakit adalah kota yang memiliki terlalu banyak mall dibanding sarana olahraga.
...
No comments:
Post a Comment