Saya tumbuh dengan mengenal lebaran sebagai the ultimate hari liburan yang menyenangkan. Kembang api, baju baru, ketupat. Oh ya, sepatu baru tentunya. Semua harus baru. The festive day, hari raya! HARI RAYA! Semua harus serba mewah, makanan berlimpah, serba meriah, serba WAH!
Tapi kemudian saya belajar lagi mengenai filosofi puasa. Bukan ngomongin ibadah, nanti dulu, itu versi advance. Kita mulai dari yang paling basic saja: permainan kontrol diri. Game paling hardcore, paling susah! Dimulai dari menyederhanakan lidah dan selera. Percayalah, apapun yang dimakan pertama saat buka puasa itu rasanya paling enak di dunia! Mau gorengan dari minyak jelantah murah meriah di pinggir jalan, atau bubur sumsum hotel bintang lima, SEMUA PASTI ENAK! Maaf, revisi, semua jadi enak!
Lesson no 1: selera itu halusinasi dunia. Tipu muslihat paling biadab. Kalau sudah terlalu kenyang, lalu cari-cari lagi, cari-cari lagi, ingin makan apa, ya? Yang enak apa, ya? Padahal nasi putih aja terasa banget manisnya kalau habis puasa. Karena sesungguhnya, lidah tidak banyak minta jika kita latih dengan puasa.
Lanjut, menahan makan dan haus (jujur rasanya itu yang paling berat), padahal kalau score pahala kita mau ditampilkan secara terbuka seperti score kuis Family 100 di televisi, mungkin jumlahnya sudah banyak berkurang karena hal-hal sederhana yang kadang kita luput; menyalip antrian, membuang sampah sembarangan, pipis tidak disiram, menyumpahi orang dalam hati, mengomentari orang yang bajunya tidak matching dalam hati, memang sih hanya dalam hati, tapi kalau dipikir-pikir, apa perlunya ya kita mikirin orang lain?
Atau sesederhana membicarakan aib orang yang bahkan belum tentu benar. Semuanya terasa ringan di mulut dan pikiran, tapi coba deh pikir lagi sekali lagi, hidup akan jauh lebih sederhana kalau kita tidak melakukan hal-hal itu.
Atau.. this is my biggest enemy, paling saya takuti, yang paling membuat saya lemah, momok yang paling menakutkan buat saya: MARAH. I can get mad like crazy. Like literally crazy. Beneran. Kalau sudah marah, hancurlah sudah. Saya bisa berbuat hal-hal di luar nalar manusia waras. Beneran kacau.
Ketika kita puasa, maka kita engga boleh marah. KAN BERAT, YA? Tapi ya begitulah.. namanya proses. Kenapa puasanya harus 30 hari? Karena susah, karena manusia butuh berproses, karena tidak ada yang instan, karena setiap hari harus dilatih, dilatih, dilatih, dilatih, dan dilatih. Kenapa engga satu minggu aja?
Yah.. udah latihan 30 hari aja masih sering gagal.. makanya harus diulang setiap tahun.
Kok gagal?
Kalau gak gagal, kenapa dong udah latihan nahan hawa nafsu 30 hari pas lebaran malah brutal? Ya makan kebanyakan, ya beli baju kebanyakan, ya buang-buang uang kebanyakan, semua serba kebanyakan.
Maaf, anda failed. Coba lagi tahun depan (kalau masih ada umur).
***
No comments:
Post a Comment