|
Gunung Rinjani, Mei 2014 |
How did it get so late so soon? - Dr. Seuss
Betapa cepat waktu berlalu. Dalam film Interstellar, yang mulia Nolan menuliskan perihal dilatasi waktu yang didasari oleh teori relativitas Albert Einstein. Dalam jurnalnya, Einstein menuliskan bahwa waktu bersifat relatif berdasarkan acuan pengamatan. Satu-satunya kecepatan yang konstan dari pengamatan adalah kecepatan cahaya. Hal ini digambarkan oleh Nolan ketika para astronot tiba di Planet Miller. Diceritakan bahwa waktu 1 jam di Planet Miller = 7 tahun di bumi. Mengetahui bahwa kedatangan mereka di Planet Miller akan membuang begitu banyak waktu, maka para astronot pun panik, bergegas dan resah.
Puluhan ribu kilometer dari Jakarta, di Sungai Tizsa, pinggiran Ukraina, hiduplah satu jenis spesies serangga purba, mereka dinamakan 'Tizsa's flower'. Dari sekian jenis spesies yang hidup di bumi, mungkin merekalah yang hidupnya sangat singkat, hanya tiga jam saja. Sungai Tizsa adalah salah satu suaka terakhir dimana setiap tahun serangga tersebut muncul dalam jumlah besar. Selain dikaruniai (atau dikutuk?) waktu hidup yang pendek, Tizsa Flower juga tidak memiliki mulut, mungkin bicara atau bersuara tidak dianggap penting-penting amat dalam kehidupan yang singkat. Ketika seorang manusia mengetahui dirinya tidak akan hidup dalam waktu lama, setelah sampai di fase rela untuk menerima, biasanya dia pun akan tidak banyak bicara, yang dilakukannya hanyalah memeluk, tersenyum, menatap, atau mungkin menangis tanpa suara.
Bagi manusia, waktu hidup selama tiga jam akan terasa sangat singkat. Tapi bagi Tizsa Flower, tiga jam adalah waktu maksimal bagi mereka dapat bertahan hidup, tiga jam adalah serupa seperti perjalanan hidup manusia yang rata-rata memakan waktu puluhan tahun. Tiga jam adalah serupa satu sesi kehidupan yang panjang. Jika saja mereka tahu, mungkin mereka akan mengagumi atau berdecak iri pada manusia yang mampu berleha-leha, hidup membuang-buang waktu dengan seenaknya. Maka tak heran para serangga Tisza Flower mempergunakan waktu singkat tersebut dengan sepenuhnya. Di bulan Juni yang cerah, meraka akan berubah dari larva menjadi serangga, mengepakan sayap mereka, menari di atas air sungai Tisza, kawin dengan jenisnya, lalu punah hanya dalam waktu tiga jam saja.
***
Tahun 2014 terasa sangat singkat. Orang bilang, karena aku begitu menikmati setiap waktunya, sehingga semua terasa sangat cepat. Betapa tidak? Ya aku menikmati setiap menitnya, setiap detailnya. Aku mendaki begitu banyak gunung, aku pergi ke begitu banyak tempat, mendapat banyak sekali teman, meski begitu aku lupa, ada banyak hal yang aku tinggalkan. Aku lupa, waktu berlalu begitu cepat, dan aku mulai kalap. Hal-hal sederhana yang membuatku abai, membuatku lena. Betapa banyak hal yang seharusnya aku bagi, aku beri, hal-hal yang seharusnya kututupi, hal-hal yang seharusnya kusudahi, yang seharusnya kumulai, betapa banyak kesalahan yang sudah aku buat, dan hal-hal yang tak semestinya terucap.
Jakarta. Pagi, ketika aku berangkat kerja. Betapa anehnya, kita tidur terlalu lama, bermalas-malasan, pergi dengan tergesa-gesa, lalu memaki semua yang ada di jalan raya. The trouble is we always think we have time. Aku melihat bayanganku di cermin, sekelebat, sungguh bukan bayangan yang ingin kulihat. Jamku berdetak, pertengahan Januari 2015. Dan ya.. aku masih diam di tempat.
***
Because no, honey, we dont have forever.. We dont.