Monday, March 7, 2022

enam bulan setelah papa meninggal

 Does it gets any better? 

ya tentu saja tidak hahaha. 

Karena ini pengalaman pertamaku ditinggalkan oleh orang yang sangat dekat, moment ini sangat membekas. Semacam, aku tidak pernah benar-benar sadar bahwa kematian itu dekat sampai papaku sendiri meninggal. Beda ya melihat jenazah orang lain dan jenazah keluarga terdekat, rasanya aneh. Apalagi kalau sampai menyaksikan sendiri proses sakratulnya. Dan di moment ini juga aku menyadari bahwa siapa saja akan mati. Tentu kita tahu bahwa semua makhluk hidup akan mati, tapi dulu, rasanya itu cuma sebuah keniscayaan saja, sebuah pengetahuan, dan mungkin aku akan mengalaminya tapi ya nanti, mungkin masih lama. Tapi hari yang kukira masih lama itu ternyata tiba juga. 

Banyak artikel menulis seiring berjalannya waktu, kesedihan itu akan hilang. Time always kill the pain. Benarkah? Iya betul, tapi ternyata bukan waktu yang berperan tapi kita sendiri. Setiap sudut restoran yang dulu pernah kukunjungi bersama Papa itu akan tercetak jelas setiap aku mengunjunginya kembali. Setiap sudut kota tempat kami pergi berlibur, ketika sedang berjalan di tempat ramai lalu ada orang asing yang figur fisiknya mirip, semua kesedihan itu akan kembali lagi. Lagi dan lagi. Dan tiba-tiba rasanya seperti baru kemarin dia meninggal. Seperti tidak maju-maju, stuck. Tapi ya hidup jalan terus. 

Dan lalu rangkaian kesedihan-kesedihan itu juga yang membentuk aku sampai di titik ini. Kalau di program angkat beban itu namanya progresive overload, ketika kita bisa mengangkat 30 kg sampai 12 kali repetisi, maka satu bulan kemudian kita harus menambah beban, mungkin di 32 kg atau 35 kg, sedikit demi sedikit menambah beban sampai kemudian ketika kita mengangkat kembali 30 kg, wah kok ringan sekali ya. Kira-kira seperti itu analoginya. 

So no, it does not gets any better, but maybe i am just getting stronger. 

Hopefully.. 

Thursday, March 3, 2022

hockey

Kayanya kok belum pernah tulis satu pun dedicated post tentang hockey. Padahal kasarnya ive been playing my whole life. Beneran. Kalau saya hitung sudah 23 tahun hahaha. Setelah kupikir-pikir, mungkin penyebabnya karena saya selalu berpikir bahwa saya akan terus bermain sampai tua. Jadi saya merasa ga perlu menuliskan memori di sini, karena akan selalu ada memori baru. Gimana enggak, bahkan sampai tahun kemarin pun 2021, saya masih main untuk memperkuat tim DKI, meski pun akhirnya tidak manis haha. But anyway... mungkin aku perlu tulis one dedicated post tentang hockey. Nanti kalau Ozzu sudah besar, dia bisa membaca dan memahami, kenapa Ibunya bisa tergila-gila main hockey. 😀

Tahun 1996 

Tahun pertama di SMP Taruna Bakti. Lapangan olahraga Suci. 

Ada sebuah kotak besar bentuknya mirip peti. Kotak itu sudah usang dan tua. Baunya tidak enak. Bau khas kayu lapuk. Kotak itu tersimpan dalam gudang di lapangan Suci. Kutanya pada pelatih olahragaku waktu itu. Namanya Bang Kimang. "Itu apa bang?" ternyata isi kotak itu adalah stick hockey yang sudah lama tidak dipakai dan juga beberapa glove softball yang sudah lapuk. 

Saya baru tahu jenis hockey lapangan waktu di SMP itu. Sebelumnya yang saya tahu ya hockey itu hanya ice hockey atau roller hockey. Ternyata ada juga hockey lapangan, jadi kita bermain sambil berlari. Menarik. Waktu itu yang tersedia untuk kelas eksul adalah basket, pencak silat dan softball. Wah kok seru ya sepertinya belajar hockey? Entah bagaimana prosesnya, sayangnya memori itu hilang banget, hukss i shouldve write it sooner, pokonya tiba-tiba saja aku belajar main hockey, dilatih oleh Bang Kimang. 

Waktu itu hockey cukup menyedot perhatian. Mungkin karena beberapa anak membaca novel Enid Blyton yang sering sekali menceritakan tentang olahraga lacrose - hockey ya mirip-mirip lacrose, sedikit. Peminatnya cukup banyak, kami semua berkumpul di lapangan Suci dan diperkenalkan dengan stick hockey. Dan ternyata... cukup sulit. Hahaha. Permainan pertama kami sangat kasar dan kurang lebih kami lebih lelah tertawa daripada lelah berlari. Dribble yang seenaknya, bola ditendang oleh kaki, ngehit tanah dan rumput padahal bolanya sudah lari kemana tau, seru sekali. 

Seiring berjalannya waktu, peminat hockey semakin sedikit. Mungkin karena ternyata tekniknya sulit. Tidak bisa sekali berlatih langsung bisa. Sama seperti bermain roller blade, harus berlatih terus-menerus baru bisa lancar. Yang tersisa hanya ada beberapa, saya lupa persisnya, namun yang saya ingat adalah Nur Maliyanti, Dwitiya Ariani (Winnie), Susilowati, Sandriani Azizi dan Katrina Gupita Nindya (Ninil) karena bersama merekalah saya bermain hockey dalam jangka waktu yang lama. Lima orang ini lah yang waktu itu jadi pemain kunci hahaha. Kami semua entah kenapa bisa langsung cocok mengisi semua formasi yang dibutuhkan. Semacam sudah ditakdirkan bersama saling melengkapi kekurangan masing-masing hahaha.. Sandri dan Ninil striker, saya dan Nur di tengah, Winnie sebagai defender di belakang, setelah itu ada Susi yang jadi goalkeeper. 

Bersama mereka ini kami jatuh bangun sebagai sebuah tim. Banyak pemain baru yang masuk dalam tim ini, Asri Arifah, Elvire Tanjaya, lalu ada juga adik kelas, Nova Ahadiarti alias Pengo, namun selalu ada lima orang ini dalam tim saya. Yang seru dari perjalanan sebagai satu tim yang isinya perempuan semua tentu saja DRAMANYA hahaha. Saya si emosional dan sumbu pendek paling akur kalau sama si Nur yang adem, pernah beberapa kali bertengkar dengan Winnie dan Sandri. Atau Ninil yang cool atau Susi pemantau suasana. Penyebabnya bisa apa saja, mulai dari kalah tanding dan berujung saling menyalahkan (lucunyaaa hahahaha) atau persoalan laki-laki wkwkwk.. 

Untuk selanjutnya hari-hari sekolah saya selalu diisi dengan obrolan tentang hockey, janjian untuk berkumpul sebelum berangkat latihan, gosip tentang pemain lawan dll. Pulang sekolah, dimana anak-anak lain pergi untuk les matematika, atau langsung pulang, kami sudah siap-siap untuk ke latihan hockey di Cikutra. 

Lapangan Cikutra 

Lapangan ini jelek sekali. Tanahnya tidak rata. rumputnya tinggi. Kalau Federasi Hockey Internasional melihat lapangan ini mungkin mereka menangis. Haha. Oh dan jangan sampai saya ceritakan detail mengenai toiletnya. Benar-benar nista. Hahaha. Tapi entahlah, kami justru senang sekali kalau sudah berada di lapangan ini. Its like our 2nd home. Galuh kalau tidak ada di rumah atau di sekolah, ya berarti sudah pasti di Cikutra. Kami bisa menghabiskan berjam-jam di lapangan ini, bahkan ketika hujan datang dan membuat genangan besar di lapangan, kami tetap turun main. Rasa-rasanya hidup lebih indah kalau bisa main di Cikutra bersama teman-teman, rasa-rasanya, tidak ada yang perlu disedihkan kalau sudah sampai di Cikutra. Cikutra adalah jawaban dari semua permasalahan kala itu. :))) 

Lebih dari 10 tahun bermain di Lapangan Cikutra, baru sekarang aku sadar, kok bisa-bisanya ya bertahun-tahun itu benar-benar tidak ada pemugaran atau renovasi lapangan hahaha..  kan pasti ada anggarannya, ya, sebagai salah satu fasilitas publik? Ya mungkin ada, tapi entahlah kemana perginya uangnya. Benar-benar pembinaan olahraga yang buruk. Oleh karena itu benar-benar sulit menjaring atlet hockey. Tidak banyak orang yang mau main hockey, hanya yang benar-benar suka main hockey yang masih mau berlatih, sisanya lebih memilih olahraga yang lebih bergengsi. :)) 

Tahun 1997

Centre Point, Braga Bandung 


Satu tahun kemudian, saya memutuskan untuk serius menekuni hockey. Saatnya saya membeli stick sendiri. Waktu itu (ya mungkin sampai saat ini juga ya hahaha), hockey sama sekali tidak populer, tidak ada e-commerce yang menjual stick hockey. Boro-boro e-commerce, lihat situs friendster saja sudah amaze setengah hati. Saya membeli stick hockey pertama saya di Centre Point, Braga Bandung. Sebuah toko olahraga yang sangat terkenal karena sudah sangat tua, sudah ada sejak tahun 1925. Diantar bapak saya waktu itu, saya membeli sebuah stick hockey kayu merk Grays. Duhhh andaikan saat itu sudah ada instagram, mungkin insta story saya kala itu akan penuh dengan foto-foto stick itu hahaha. Pulang dari sana, saya langsung mencoba main sendiri di jalan depan rumah dengan bola tennis. Rasanya senang setengah mati dan tidak sabar untuk menunjukan stick baru saya pada teman-teman.  

Banda 11 B 

Alamat rumah yang hampir diingat semua anak Ikatan Hockey Taruna Bakti di angkatan saya kala itu. Boleh dibilang rumah ini adalah basecamp kami hahaha. Ini adalah rumah Nur, jaraknya dekat sekali dengan sekolah kami. Hanya tinggal berjalan kaki sedikit. Sering sekali kami berkumpul satu team di sini dan membicarakan strategi untuk pertandingan berikutnya. Atau membahas kelemahan skill masing-masing dan bagaimana cara menutupinya.  Rumahnya tidak besar tapi entah kenapa homey sekali. Bahkan saya masih ingat persis interior dan exterior rumah itu sangking seringnya saya nongkrong di sana.  

Rumah ini bangunannya tua dan mungkin sama seperti ciri khas bangunan tua lainnya, mau sepanas apapun di luar, kalau sudah masuk ke rumah ini selalu adem, ubinnya dingin hihi, dan kalau ngelamun di sini pasti nggak lama aku suka jadi ngantuk. Entah kenapa. 

Di dalamnya ada sofa bunga-bunga motif shabby chic (dulu belum trend shabby chic padahal hahaha) yang nyaman sekali untuk ditiduri sambil leyeh-leyeh sepulang sekolah. Ada dua piano, satu di ruang tamu warna hitam, satu di belakang warna coklat. Yang coklat sudah harus distem karena tutsnya banyak yang masuk ke dalam dan suaranya agak sumbang. Lalu ada monitor komputer dengan tabung untuk kami main video game lalu di belakang ruangan itu adalah kamar si Nur yang gelap banget karena kayanya tidak ada jendelanya, deh. 

Persis di depan rumah Nur ada pedagang mie yang menyewa lapak. Namanya Mie Nursijan, saya baru tahu setelahnya bahwa mie itu sangat terkenal. Dan memang mie nya enak. Kadang jika uang jajan saya berlebih, saya akan memesan yamien manis lengkap dengan es jeruk dan bakso goreng. Tapi tentu tidak bisa tiap hari karena harganya cukup mahal untuk kantong uang jajan anak SMP. 

Rasanya seminggu bisa beberapa kali ramai-ramai berkumpul di rumah Nur sepulang sekolah, lalu bersama-sama berangkat ke Cikutra naik angkutan umum. Naik angkot putih lalu turun di Surapati lalu sambung naik angkot warna pink. Ketika masuk angkot kami harus berhati-hati sekali karena sering stick kami menyenggol penumpang lain. 

Lalu selesai latihan saya akan kembali ke Banda 11 B, menunggu dijemput Papa di rumah Nur sambil kembali ngalor-ngidul dan leha-leha di sana. Lalu nggak lama kemudian Papaku datang, kadang dia cuma klakson, kadang dia turun dan berbasa-basi sedikit dengan Tante Wiwik, ibunya Nur yang ramah dan baik hati. Keduanya sudah nggak ada sekarang... yah jadi sedih kan :') 

Anyway... 

(to be continued.. tiba-tiba dipanggil meeting)

Friday, October 29, 2021

appreciation post...to my blog!

“Semua harus ditulis, apa pun. Jangan takut tidak dibaca atau tidak diterima penerbit. Yang penting, tulis, tulis, dan tulis. Suatu saat pasti berguna”


Pada suatu sore, kalimat itu pernah keluar dari mulut seorang Pramudya Ananta Toer. Aku tidak pernah mengirimkan naskahku ke penerbit, pun belum pernah terbersit ingin jadi penulis. Tapi aku tetap suka menulis. Dan aku baru paham, ketika Papa meninggal, sungguh sangat menyenangkan membaca tulisan-tulisanku dahulu tentang Papa. Benar saja, suatu saat pasti berguna. 

Dulu pernah terbersit ingin menutup blog ini. Alasannya karena aku merasa banyak tulisan sampah hahaha. Masa muda, lagi galau, nulis, lagi sakit hati, nulis, eh tapi lagi happy juga aku nulis. Dan ternyata tulisan-tulisan itu menjadi memori-memori menyenangkan dari hal-hal kecil yang ga akan pernah balik lagi. 

Ada banyak sekali tulisan yang sekarang rasanya berharga sekali untuk dibaca, tentang betapa senangnya aku ketika pulang ke Bandung,  bertemu Papa, Mama, suara air mancur dari kolam ikan Papa yang menurut orang lain berisik sekali, sampai betapa enaknya tidur di tempat tidur orangtuaku di Bandung yang seprainya ditarik sangat kencang dan selimutnya licin, lalu gorden dari jendela kamar yang melambai-lambai ditiup angin. 

Sekarang aku sudah tidak tinggal di Bandung. Aku sudah punya keluarga sendiri. Sudah punya rumah sendiri. Tapi tentu saja,  aku tidak ingin pernah lupa perasaan itu. Perasaan paling nyaman di kamar di Bandung, ketika Papaku masih ada.

Terima kasih blog ku tersayang, untuk menyimpan semua tulisan itu dengan rapi. 

***

Sunday, September 19, 2021

something i learned today... oh and papa, you are so right!

Being in grief.. makes me realize. Orang itu banyak sekali macamnya. Ada yang baik ada yang brengsek, ada juga yang pura-pura baik, tapi brengsek, ada juga yang pura-pura brengsek tapi ternyata baik. Hahaha. 

Ketika Papa meninggal kemarin, tiba-tiba banyak sekali teman yang muncul dan mengucapkan belasungkawa, padahal kami sudah lama tidak bertegur sapa. Ada juga yang jauh-jauh datang dari luar kota cuma untuk memberikan dukungan moril sekaligus materiil. Ada juga yang tiba-tiba muncul di whatsapp dan memberikan uang duka, padahal, again, kami sudah lama tidak bertegur sapa. Kiriman makanan dan bunga? Jangan tanya, luar biasa banyaknya dan baiknya. Semoga Allah membalas kebaikan kalian. 

Mungkin karena ini adalah pengalaman pertamaku ditinggal orang terdekat, aku baru paham rasanya. Karena itu juga, aku belajar, how to give someone an empathy kepada orang yang mendapat musibah ini. Ku baru tahu, betapa berharganya setiap doa"semoga husnul khatimah" yang terlontar keluar dari teman-teman. Ku juga baru sadar betapa thoughtful nya seseorang yang menuliskan doa lengkap dengan nama lengkap dan bin atau bintinya. Ada juga yang menjapri hanya untuk bertanya, "Are you okay?" Ada juga seorang teman yang sudah lama tidak bertemu karena dia tinggal di luar negeri tapi tetap mengirim karangan bunga untuk aku. 

They keep me in their thought, and for that, I am so touched, grateful, and thankful forever. Orang-orang ini pula yang membuatku terinspirasi, aku janji akan meneruskan kebaikan ini kepada orang lain. 

Monday, September 13, 2021

maaf banda neira, kali ini yang patah tidak akan tumbuh lagi dan tak akan pernah terganti

Di dalam blog ini, ada beberapa postingan yang khusus aku dedikasikan untuk Papa. Beberapa cerita lucu, beberapa puitis, tapi ketika Papa meninggal, anehnya aku malah tidak tahu harus menulis apa. Aku pikir menulis obiturari untuk seseorang yang kita cintai akan sangat mudah, tapi ternyata malah lebih susah.

Rabu 1 September 2021, Rabu yang akan aku ingat seumur hidupku. 

"Keluarga Bapak Zulkifli?" satpam yang menjaga pintu ruang ICU tiba-tiba berteriak memecah keheningan di ruang tunggu. Dari raut mukanya aku sudah tahu, malaikat Izrail malam itu akan bertamu ke ruang ICU. 

*

Di tangga rumah sakit Advent pukul 21.35 malam, aku terduduk sendiri, lemas, melongo, mencoba memproses apa yang baru saja terjadi. Lorong gelap rumah sakit yang sepi dengan jejeran tabung gas tinggi yang terkesan suram, tak ada seorang pun di sana. Loket-loket kosong, hospital bed tak berpenghuni dan toilet yang terbuka pintunya. Normalnya mungkin aku akan takut duduk di situ sendirian. Tapi malam itu, hal yang paling aku takutkan dalam hidupku baru saja terjadi. Tidak ada ketakutan-ketakutan lain yang bisa menandingi. 

Thursday, September 9, 2021

september

Kemarin, Mama mengundang 15 santri dari pondok pesantren dekat rumah. Rencananya mereka mau menghatamkan Al Quran dalam 1 malam. Bergantian. Aku yang terkekeh saat mendengarnya. "Waduh.. semalam langsung hatam, aku satu bulan ramadan aja belum tentu," mencoba melucu tapi sepertinya kurang lucu karena keluargaku tidak ada yang tertawa. 

Ketika mereka datang, satu demi satu mereka menyalamiku dari jarak jauh. Rata-rata berpakaian putih, berkopiah dan nampak canggung. "Orang-orang ini, setiap hari kerjanya hanya mengaji, apa tidak bosan ya hidupnya?" tanyaku pada Mamaku -- yang kemudian hanya dijawab dengan tatapan sinis. Entah apa salahku.

Wednesday, August 4, 2021

hardwork (does not) always pays off

Siapa yang merinding melihat kesuksesan Greysia Polii sama Apriyani? Aku! Siapa yang engga terharu lihat kisahnya yang jatuh bangun mulai dari Olympic di London dimana dia diskualifikasi dan dapat kartu hitam sampe akhirnya bisa dapat emas di Olympic Tokyo 2020? Sure it is a heartwarming story, inspiration, tapi pada faktanya engga semua kerja keras berbuah manis. 

Aku yakin banyak atlet bulutangkis yang even try harder than Polii or Apri, tapi ya engga kemana-kemana, di situ aja. Cerita-cerita yang jarang tersentuh, cerita-cerita yang jarang jadi headline, karena ya kurang menarik, kurang seksi, cerita kegagalan mana enak didengar? Cerita orang-orang yang santai aja ketika gagal adalah cerita yang paling susah dicari. Figur-figur terlupakan yang sebenarnya punya banyak kekuatan. 

Dan sekarang aku lagi nyari itu. 

Tuesday, November 10, 2020

mengapa aku berkebun? aku ngapain? aku kenapa?


One two three four, close the door! 

Sounds familiar? Jika ya, selamat, kamu termasuk yang kebanyakan bengong nonton youtube selama pandemic. Hampir 8 bulan di rumah aja, kebetulan saya termasuk yang dapet full WFH. Alhamdulillah, tentu saja. Ga perlu berjibaku ke kantor tiap pagi dan was-was setiap berinteraksi sama orang-orang. Oleh karena itu gua benar-benar menghargai rejeki gua (berupa dapet full WFH) dengan benar-benar engga kemana-mana. Ya udah disuruh di rumah, tokh? Kenapa malah pergi liburan? *uhm..

Tuesday, July 14, 2020

requiescat in pace


Between life and death.. 

There is a minuscule gap, a gap of a moment
The previous moment you are there,
And the next you are gone

Wednesday, July 8, 2020

tempat camping ramah anak


Alkisah, setelah 3 bulan dokem di rumah aja, kok rasanya mulai bosan ya? Padahal kurva lagi naik terus-terusan, dan sejujurnya makin serem aja keluar rumah, tapi di rumah juga suntuk, gimana dong? 

But anyway, also thanks to corona, karena corona, si mbak di rumah tiba-tiba ngibrit balik ke kampungnya di Pacitan karena takut ga bisa lebaranan di kampungnya, dan karena ku bingung harus WFH tapi anak ga ada yang pegang, akhirnya kami sekeluarga pun ngungsi ke rumah orangtua di Bandung. Mau cari ART baru tapi kok lagi situasi kaya gini agak serem juga ya narik orang baru dari luar. Pertimbangan selanjutnya juga adalah karena di rumah Bandung ART nya masih ada dan sehat. So, ok, Bandung here we go! 

Tuesday, May 19, 2020

ramadan paling menyedihkan (sekaligus paling benar)

Sebenarnya tidak sedang ingin menulis, tapi kepala ini rasanya sudah sangat suntuk. Empat hari lagi lebaran.  Sedang tidak ingin menulis yang runut dan indah, jadi seadanya saja. 

1. Agak kurang suka dengan kultur kirim-kiriman hampers di hari raya dan mempostingnya di instagram. Sungguh riya. Sekaligus menyebalkan bagi orang yang mungkin tidak ada yang mengirim. Plus.. kalau buatku pribadi, agak merepotkan ketika seseorang mengirimiku hampers, lalu atas unsur tidak enak, maka aku akan mengiriminya hampers juga, mending kalau sekota, kalau beda kota. Sungguh repot. Tidak bisa ya kalau ucapannya via whatsapp saja? Uang biaya hampers kasi aja ke orang miskin. Lebih banyak gunanya. 

Tuesday, December 10, 2019

tanxel lyfe: main sama kucing di calicoffice cafe bsd


Akhir-akhir ini sebisa mungkin tiap weekend pingin ngajak Ozzu jalan-jalan keluar rumah, Kok kayanya kasian ya, dari Senin sampe Jumat dia di rumah terus hehe.. Ga perlu ke tempat fancy versi Ozzu (baca: kebun binatang), karena cuma liat kucing aja, Ozzu mah udah happy banget cem cicilan KPR lunas (apa sih). Salah satu tempat enak buat ngajak anak kecil nongkrong adalah Calicoffice Cafe. Lokasinya di Apartement Treepark, Sunburst, CBD. 

Lokasinya emang terpencil di bawah apartement, yang bikin cafe ini ga keliatan dari luar. Tapi ada plangnya kok gaes di depan apartement, jadi jangan khawatir nyasar. Yang saya suka banget dari cafe ini adalah penataan ruangan yang spacey dan tanpa sekat. Jadi gua bisa banget tuh duduk santai sambil tetep monitor Ozzu yang lari-larian sana-sini tanpa khawatir dia bakal nyenggol barang hiasan pecah belah. Dan juga karena tanpa sekat, anak juga ga akan tiba-tiba out of sight, semua aman terkendali tanpa perlu ikut lari-lari. 

Sunday, December 8, 2019

makan mewah cara murah: barbeque ala kintan di rumah


Siapa di sini yang suka makan Kintan? AKUUU! 

Oke, kalau gitu, siapa di sini yang suka bayarnya abis makan di Kintan? 

Moment of silence.  

Baik, kak. Masukan diterima. 

Kintan memang enak, tapi juga mahal. Aku biasanya ambil yang per pax 283.000,- (yang paling murah hahaha dan ga dapat wagyu) tapi ya kalau sering-sering makan Kintan ya boncos banget ya, kan? Seorang teman pernah bilang, aku tuh aneh deh kalau orang sering makan di Kintan, udah bayar mahal-mahal, terus abis itu disuruh masak sendiri? Ugh, no way! Bener juga sih, dipikir-pikir haha.. 

Sampai kemudian aku cek pasar harga daging, terutama wagyu. Oh wow, ternyata ga semahal itu kok gaes, 250 gr wagyu itu harganya berkisar antar 38.000 - 60.000 tergantung gradenya. Jadi, kenapa engga bikin sendiri aja di rumah? 

Bagaimana caranya? Oh sangat mudah, pemirsa! 

Tuesday, November 19, 2019

#livingwithOzzu: things that you can't do after you have kid(s)


Sudah dua tahun lebih sebulan sejak aku jadi ibu. A lot of things change. A lot. Apa sih bedanya sebelum punya anak dan setelah punya anak? Tentu banyak. Prioritas berubah, yes. Ini yang nantinya akan mempengaruhi ke segala aspek. Misalnya....

1. Tidak bisa (belum bisa) naik gunung 

Sudah 3 tahun sejak terakhir naik gunung, terakhir ke Ciremai. Trangia sudah ga tau kemana rimbanya, padahal dulu disayang-sayang kaya punya emas batangan.

Ooh dan tidak usah repot-repot reply "Ajak aja kali anaknya.."

I have decided, sampai Ozzu sudah siap untuk membawa logistik pribadinya sendiri, aku tidak akan pernah bawa dia naik gunung. Mountain isn't a friendly place for kid. Gunung itu cantik, tapi dia bukan teman yang baik, dia guru yang tegas.

Its all about her own safety, my friend..

2. Tidak bisa makan Pocky satu bungkus sendirian di rumah

Itu lho Pocky, snack berbentuk stick panjang-panjang. Ozzu suka banget Pocky. Jadi aku ga pernah kebagian. Dan sebagai ibu, yes.. aku harus ngalah.

Ga usah reply: Beli dua aja kali, beli empat sekalian. Kalau beli empat, yang tiga aku simpan juga, buat besok-besok kalau Ozzu mau lagi. Ribet, yha? TENTU SAJA YHA!


Thursday, November 14, 2019

hari raya yang masuk akal

Saya tumbuh dengan mengenal lebaran sebagai the ultimate hari liburan yang menyenangkan. Kembang api, baju baru, ketupat. Oh ya, sepatu baru tentunya. Semua harus baru. The festive day, hari raya! HARI RAYA! Semua harus serba mewah, makanan berlimpah, serba meriah, serba WAH!

Tapi kemudian saya belajar lagi mengenai filosofi puasa. Bukan ngomongin ibadah, nanti dulu, itu versi advance. Kita mulai dari yang paling basic saja: permainan kontrol diri. Game paling hardcore, paling susah! Dimulai dari menyederhanakan lidah dan selera. Percayalah, apapun yang dimakan pertama saat buka puasa itu rasanya paling enak di dunia!  Mau gorengan dari minyak jelantah murah meriah di pinggir jalan, atau bubur sumsum hotel bintang lima, SEMUA PASTI ENAK! Maaf, revisi, semua jadi enak! 

Lesson no 1: selera itu halusinasi dunia. Tipu muslihat paling biadab. Kalau sudah terlalu kenyang, lalu cari-cari lagi, cari-cari lagi, ingin makan apa, ya? Yang enak apa, ya? Padahal nasi putih aja terasa banget manisnya kalau habis puasa. Karena sesungguhnya, lidah tidak banyak minta jika kita latih dengan puasa. 

Friday, November 8, 2019

tiga tahun di serpong lagoon

Well.. sudah hampir tiga tahun sejak beli rumah, saya baru sadar bahwa anggapan banyak orang yang bilang bahwa millenial ga sanggup beli rumah itu salah besar. 

Karena sesungguhnya yang benar adalah: Millenial ga sanggup beli rumah..... 

yang ada ruang tamunya. Hahahaha *laugh in poverty*

Ini beneran, rumah-rumah minimalis yang sekarang banyak dijual, rata-rata ya rumahnya beneran strategis alias deket banget bu kalau mau kemana-mana, ke kamar mandi deket, ke dapur deket. *garing

Satu ruangan beneran multifungsi, ya ruang keluarga, ya ruang tamu, ya ruang leyeh-leyeh. Sekarang saya baru sadar bahwa rumah yang punya ruang tamu itu mewah bener yaa hahaha.. 

Thursday, November 7, 2019

lho, hijabnya kemana? ada kok, cuma lihatnya harus pakai kacamata 3D

Aku kalau lagi main hockey. Masih pakai manset, pakai legging, cause i don't wanna show too much skin. Engga pakai hijab, tapi masih sholat lima waktu, insya Allah. 

Galuh unhijab? 

WOW! SATU DUNIA HARUS TAHU! WKWK... 

Dulu saya sempat bingung, waktu artis Rina Nose lepas hijab, satu dunia kayanya rusuh, sibuk ramai-ramai meninggalkan pesan di kolom komentar. Isinya ga jauh-jauh dari: Saya doakan supaya Mbak Rina kembali ke jalan yang benar.. 

LOL mau doain apa mau ngejek sih? 

Sampai kemudian saya mengalaminya sendiri. Hahaha. 

Wednesday, July 3, 2019

things i wish people would've told me before i got married


Udah lama banget ga nulis blog. Pingin nulis, tapi nulis apa? Ya udah ini aja. 

Setelah tiga tahun menikah, dengan segala ups and downs nya, saya jadi kepikiran pengen nulis tentang kehidupan pernikahan. The dirty laundry about being in a marriage. Seingat saya, setiap saya baca artikel tentang pernikahan, yang disebut pertama adalah rata-rata bahwa pernikahan itu menyempurnakan ibadah. Kita semua tahu, hampir semua orang selalu senang dengan sesuatu yang diiming-imingi pahala. 


Yang mungkin jarang dibahas, helawwww you gaes, ibadah itu ga gampang hahahh.. ibadah itu somehow melelahkan.. surga itu jauuhhh dan berliku-liku. Jangan seneng dulu.. 

Tuesday, October 30, 2018

#livingwithOzzu: ternyata bayi baru lucu setelah dua bulan


Prologue: ini late post yang ditulis waktu cuti melahirkan habis, entah kenapa malah ngendon di draft ya? 

*
Tiga bulan yang terasa sangat singkat, dan sekarang cuti sudah habis. 

2017 adalah tahun yang sangat memorable buat saya. Tentunya highlight di tahun 2017 kemarin adalah kelahiran anakku, what? aku punya anak??? Kadang masih berasa surreal, kabur, ga percaya, apakah ini benar terjadi? I am a mother? What??? Kadang masih suka bertanya-tanya, ya Allah apa benar kamu percaya aku bisa jadi seorang ibu? Bener, nih? Ga salah? Atau ada malaikat dari departemen distribusi bayi yang salah input nama calon ibu di recipient list mereka? 

Wednesday, October 10, 2018

tentang charlie hebdo dan khabib nurmagomedov: tidak ada seorang pun yang berhak untuk marah


Paris, 7 Januari 2015 gempar. Kantor sebuah majalah satire bernama Charlie Hebdo diserang dua penembak brutal. 12 orang meninggal dalam kejadian itu, apa pasal? Majalah Charlie Hebdo adalah majalah kontroversial yang kerap memuat kartun-kartun satir, laporan, polemik hingga lelucon. Media tersebut dikenal anti-agama dan sayap kiri. Terhitung sejak diterbitkan perdana di tahun 1969, entah sudah berapa kali Charlie Hebdo memasang kartun Nabi Muhammad sebagai covernya. Tak hanya Islam, tim redaksi Charlie Hebdo juga pernah mengejek Paus dan skandal seks di gereja. 

Sesaat setelah berita penembakan ini naik di berbagai media sosial. Aku termasuk yang mengamininya. Meski sebagian besar orang menentang tegas penembakan itu dengan memasang tagar #JeSuisCharlie (yang artinya I am Charlie), aku tidak sedikitpun ingin menyalahkan si penembak. Alasannya? Pertama, well.. sebenarnya aku pun tidak bisa dikategorikan muslimah yang taat, tapi realitanya, Charlie Hebdo sangat keterlaluan dan luar biasa menyebalkan. Kedua, sedari dulu, aku tidak pernah paham (baca: tidak setuju) dengan konsep Kebebasan Berekspresi. Konsep ini cenderung bias dan karena ehm.. aku adalah Sartre groupie (untuk pemahaman mengenai teori kebebasan Sartre, silakan gunakan Google).